JCW Harap Presiden Jokowi Buka Suara Soal Nasib 56 Pegawai KPK yang Diberhentikan
Peristiwa | 1 Oktober 2021, 08:08 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Jogja Corruption Watch (JCW) turut mengambil sikap soal 56 pegawai KPK yang resmi diberhentikan pada Kamis (30/9/2021) lalu lantaran tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Aktivis JCW Baharuddin Kamba menilai pemecatan 56 pegawai KPK termasuk Novel Baswedan merupakan suatu tragedi kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi yang selama ini dilakukan oleh KPK.
"Karena Novel Baswedan cs dikenal publik memiliki integritas, berani dan komitmen yang tinggi dalam pemberantasan korupsi," ujar Baharuddin Kamba kepada Kompas TV, Jumat (1/10/2021).
Baca Juga: Polri Bakal Rekrut Novel Baswedan Cs, Wakil Ketua KPK: 57 Pegawai Sudah Bebas, Tak Ada Hubungan Lagi
Selain itu, Jogja Corruption Watch (JCW) berharap kepada Presiden Jokowi untuk buka suara ke publik secara langsung atas persoalan nasib 56 pegawai KPK tersebut
"Semua muaranya pada sikap Presiden Jokowi seperti apa? Publik pasti menunggu soal itu. Toh rekomendasi dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang menyatakan bahwa KPK, BKN, BIN dan beberapa penyelenggara TWK telah menyimpang dari prosedur yang baik (due process) alias maladministrasi," tutur Baharuddin.
Terlebih, kata Baharuddin, Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) telah mencatat adanya 11 pelanggaran HAM dalam TWK yang sebelumnya telah diselenggarakan.
"Dengan Presiden Jokowi turun tangan atas 56 pegawai KPK ini setidaknya memberikan keadilan bagi mereka (56 pegawai KPK) yang telah bekerja untuk KPK bukan memulihkan kekisruhan sesaat bahkan tak berkesudahan," ungkap dia.
Diberitakan sebelumnya, 56 pegawai KPK yang dipecat karena tak lolos TWK tersebut telah ditawari oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk menjadi ASN Polri.
Terkait hal itu, Baharuddin menilai keputusan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sangat kontradiktif.
"Dengan hasil tes TWK yang menyatakan 56 pegawai KPK ini 'merah' dan tak bisa dibina. Ini akan menimbulkan konflik kepentingan," ujarnya.
Baca Juga: Pro Kontra Rencana Eks Pegawai KPK Direkrut ke Polri
Selain itu perlu landasan hukum yang kuat untuk merekrut 56 pegawai KPK ini menjadi ASN Polri. Tentunya, kata Baharuddin, harus mengikuti setiap proses ujian yang semestinya.
"Setiap orang yang ingin menjadi ASN Polri. Tidak ujug-ujug. Karena jika itu dilakukan artinya ke 56 pegawai KPK ini ditarik menjadi ASN Polri tanpa mengikuti proses pada umumnya, maka akan menimbulkan kecemburan bagi ASN Polri lainnya," tutupnya.
Penulis : Dian Nita Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV