> >

Selain Larangan Ibadah dan Masjid Dibakar, Ini Diskriminasi yang Dialami Jemaah Ahmadiyah di Sintang

Berita utama | 6 September 2021, 16:32 WIB
Sejumlah massa mendatangi jemaat Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar), Jumat (3/9/2021) siang. Kepala Bidang Humas Polda Kalbar Kombes Pol Donny Charles Go mengatakan, bangunan masjid mengalami kerusakan karena dilempar dan bangunan belakang masjid dibakar massa. (Sumber: istimewa via Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kuasa Hukum Jemaah Ahmadiyah Indonesia Fitria Sumarni mengungkapkan tindakan intoleransi yang terjadi di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, tidak hanya pelarangan beribadah dan pembakaran masjid.

Jemaah Ahmadiyah di Sintang juga tidak memperoleh hak-hak sipil sebagai Warga Negara Indonesia.

“Di Sintang, bahwa praktik diskriminasi yang terjadi selain adanya penutupan dan perusakan masjid itu adalah penolakan pencatatan nikah oleh kepala KUA (Kantor Urusan Agama) di sana,” ujar Fitria Sumarni dalam Konferensi Pers Kondisi Terkini di Sintang, Senin (6/9/2021).

“Pada tahun 2020 dua orang anggota Jemaah Aamadiyah ditolak pencatatan nikahnya oleh Kepala KUA dengan alasan mereka adalah Ahmadiyah dan tidak mengizinkan ayahnya menjadi wali.”

Baca Juga: Kasus Perusakan Masjid Ahmadiyah Sintang, Kemenag Akan Terjunkan Tim Bahas Solusi

Tidak hanya itu, sambung Fitria, Jemaah Ahmadiyah yang menikah tidak bisa memiliki buku nikah karena ditahan oleh KUA.

“Kami minta perhatian serius dari Kemenag secara hukum jelas tertulis di KTP adalah Islam seharusnya berdasarkan ketentuan yang berlaku KUA melayani pernikahan dan tidak kemudian menjadikan fatwa MUI dan sebagainya sebagai pembatal identitas hukum tersebut,” tegas Fitria.

Selain itu, Fitria menambahkan perlu menjadi perhatian bagi aparat keamanan baik TNI maupun Polri untuk memberikan jaminan keamanan penuh kepada komunitas Muslim Jemaah Ahmadiyah.

Sebab, katanya, Jemaah Ahmadiyah di Sintang masih merasa khawatir aksi kekerasan akan kembali terjadi.

“Dalam video yang beredar seseorang yang rambutnya gondrong diikat itu ya, dia menyampaikan ancaman dalam 30 hari jika masjid ini tidak diratakan, maka kami akan datang lagi, begitu,” beber Fitria.

Baca Juga: Kasus Perusakan Tempat Ibadah Ahmadiyah di Sintang, 9 Orang Ditetapkan Jadi Tersangka

“Dan itu menimbulkan rasa was-was kepada semua komunitas muslim Ahmadiyah di sana.”

Jika kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah masih terjadi, Fitria mengartikan negara tidak pernah hadir dalam menjaga kebebasan beragama warganya.

“Mohon perhatian yang serius, jika sampai terjadi lagi, berarti negara tidak ada, negara tidak hadir,” ujarnya.

Dalam pernyatannya Fitria juga mendesak agar SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah untuk segera dicabut.

“Kenapa? Karena sering menjadi legitimasi terjadinya praktek-praktek intoleransi terhadap komunitas Muslim Ahmadiyah kami mempunyai catatan yang sangat banyak bahwa SKB ini digunakan untuk menghalangi pemenuhan hak-hak sipil,” ujarnya.

“Seperti penerbitan e-ktp dan juga pencatatan nikah serta bahkan penerbitan sertifikat tanah. Mohon kiranya ini menjadi perhatian serius dari pemerintah.”

 

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU