> >

Pemerhati Seni Visual UGM Angkat Bicara Soal Penghapusan Mural Mirip Jokowi

Sosial | 29 Agustus 2021, 17:25 WIB
Viral mural bergambar mirip Presiden Joko Widodo disertai tulisan "404: Not Found" yang dihapus aparat membuat pemerhati seni visual sekaligus Dosen Departemen Ilmu Komunikas Fisipol UGM Irham Nur Anshari ikut angkat bicara. (Sumber: istimewa)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Viral mural bergambar mirip Presiden Joko Widodo disertai tulisan "404: Not Found" yang dihapus aparat membuat pemerhati seni visual sekaligus Dosen Departemen Ilmu Komunikas Fisipol UGM Irham Nur Anshari ikut angkat bicara. Ia menilai hal itu perlu dipahami persoalan utamanya.

"Sebab pada kondisi tersebut seringkali dikaitkan dengan dua hal yakni pelecehan simbol negara dan perusakan fasilitas umum," ujarnya, Jumat (27/8/2021).

Meskipun demikian, ia menilai jika terkait problem perusakan fasilitas umum, hal ini sedikit lucu karena pada kasus tersebut yang dihapus hanya mural yang dianggap sebagai gambar Presiden Jokowi.

Sementara, kata Irham, mural lain di sampingnya tidak ikut dibersihkan. Terlebih, desainer kaos yang menggunakan imaji mural juga ikut didatangi aparat.

Baca Juga: Tak Setuju Mural Dihapus Polisi, Arief Muhammad Sentil Baliho Kampanye Politikus

Artinya, sambung Irham, poin utama dari persoalan ini adalah bagaimana mural, gambar atau desain tersebut dianggap melecehkan simbol negara.

Namun begitu, kata dia, apakah gambar tersebut adalah gambar Presiden Jokowi atau hanya mirip atau tafsir-tafsir yang berkembang yang justru perlu dipermasalahkan. 

Seperti diketahui beberapa ahli gambar mencoba menafsirkan mural tidak sampai 50 persen memiliki kemiripan dengan Presiden Jokowi. Meski dalam praktiknya, dapat dengan secara sederhana menafsirkan gambar dari gaya rambut dan dagu.

Tetapi, ungkap Irham, hal itu tidak cukup menjadi alasan untuk menentukan mural tersebut sebagai upaya pelecehan terhadap presiden. 

“Tidak bisa dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap presiden karena itu bukan foto asli, tapi hanya gambar,” tutur pria yang juga menjadi pembina UKM Seni Rupa UGM itu.

Menurut Irham, penggunaan mural sebagai media penyampaian aspirasi dikarenakan tidak berjalannya sistem penyampai aspirasi formal di pemerintah dengan baik.

Sistem yang tidak lagi mampu menampung aspirasi masyarakat menjadikan sebagian masyarakat mencari media lain untuk menyuarakan pendapatnya dengan cara mengekspos ke publik baik lewat media online maupun offline termasuk mural.

Lalu apakah penggunaan mural untuk menyampaikan aspirasi bisa efektif?

Irham menyebutkan di era Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) seperti saat ini di mana masyarakat tidak banyak melakukan mobilitas, penggunaan mural dinilai tidak terlalu efektif untuk menyuarakan pendapat.

Terlebih, katanya, banyak mural yang digambar di titik-titik yang tidak terjangkau oleh publik seperti digambar di bawah jembatan.

Baca Juga: Sempat Viral, Mural Mirip Jokowi di Bandung Akhirnya Dihapus

"Yang menjadi menarik di era internet saat ini, mural difoto dan disebarluaskan melalui berbagai platform digital. Dengan begitu aspirasi maupun kritik sosial dapat tersampaikan secara luas saat terdistribusikan secara online," ucap Irham.

 

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU