Tak Setuju Sertifikat Vaksin Jadi Syarat Layanan Publik, Ini Alasan Ombudsman
Peristiwa | 28 Agustus 2021, 07:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais meminta agar sejumlah daerah menunda penerapan sertifikat vaksin Covid-19 sebagai salah satu syarat akses pelayanan publik.
Mengingat belum meratanya pelaksanaan vaksinasi Covid-19.
Indraza mengakui dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi memang menyebutkan sanksi administrasi bagi yang menolak vaksinasi.
Hal tersebut juga tercantum di dalam Pasal 13A yang menyebutkan setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin tapi tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 dapat dikenakan sanksi administratif berupa penundaan/penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, dan/atau denda.
Meski demikian, pada kenyataannya masih terjadi ketidakmerataan vaksinasi yang diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat.
"Kami harap jangan dulu diterapkan (sertifikat vaksin jadi syarat layanan publik), karena masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan Vaksin Covid-19," kata Indraza dalam keterangan tertulis yang dikutip, Sabtu (28/8/2021).
Ia menambahkan, meski animo masyarakat saat ini cukup tinggi untuk mendapatkan vaksin Covid-19, namun hal tersebut belum diimbangi dengan fasilitas dan jumlah stok vaksin yang mencukupi.
"Kami menemukan fakta bahwa stok dan distribusi vaksin masih terkendala, baik sarana angkut, daya jangkau, tenaga vaksinator, dan sentra vaksinasi yang menjadi padat dan menimbulkan kerumunan," tegasnya.
Selain itu, sebagian masyarakat juga belum bisa mendapatkan vaksin Covid-19 karena terkendala masalah kesehatan.
Baca Juga: Mulai 28 Agustus 2021, Aplikasi PeduLindungi Jadi Syarat Perjalanan Semua Moda Transportasi
Sebab itu, terkait wacana pemberlakukan sertifikat vaksinasi untuk akses pelayanan publik, Ombudsman RI memberikan saran agar pemerintah baik pusat dan daerah perlu memperhatikan progres vaksinasi di masing-masing daerah.
Sehingga dapat dilihat seberapa besar capaian tingkat kekebalan kelompok dalam suatu daerah, sebelum memutuskan untuk memberlakukan kebijakan tersebut.
Lebih lanjut, Indraza menyampaikan, pihaknya terus berkoodinasi dengan berbagai pihak baik di tingkat pusat maupun daerah, terkait dengan data, capaian, dan percepatan vaksinasi Covid-19.
"Kami sangat concern dengan program percepatan penanganan Covid-19 ini melalui program vaksinasi, terutama di daerah-daerah yang distribusi vaksin belum merata. Stok vaksin terbatas, sedangkan tingkat penularannya sendiri masih belum dapat dikendalikan di semua daerah," ujarnya.
Di samping itu, dia juga menyampaikan bahwa Ombudsman memandang perlunya suatu petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi di sentra yang memuat indikator apa saja yang harus dipenuhi sebelum dilakukannya kegiatan vaksinasi di sentra, agar pelaksanaan vaksinasi di setiap sentra seragam.
Selain itu dalam pelaksanaan vaksinasi di sentra juga dibutuhkan koordinasi dengan berbagai pihak untuk pengawasannya agar prokes di sentra tetap berjalan dengan baik.
"Untuk sentra yang sudah berhasil melaksanakan vaksin tanpa kerumunan perlu dijadikan benchmark (acuan)," pungkasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga 27 Agustus 2021 jumlah penerima vaksin Covid-19 dosis 1 sebanyak 60,43 juta jiwa atau 29,02% dari total sasaran vaksin 208,26 juta.
Sedangkan penerima vaksin dosis 2 sebanyak 34,12 juta jiwa atau 16,38%.
Baca Juga: Siapkan Sertifikat Vaksinasi, Ini Aturan Lengkap Perjalanan Laut hingga 30 Agustus 2021
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/Laman Ombudsman RI