Kenapa Bisa Mahal? Berikut 3 Komponen yang Pengaruhi Biaya Tes PCR di Indonesia
Kesehatan | 16 Agustus 2021, 01:24 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Tingginya biaya tes PCR di Indonesia, belakangan ini menjadi polemik hingga banyak orang yang membicarakannya.
Melansir situs resmi Kemenkes, sejak 5 Oktober 2020, batas tarif tertinggi untuk sekali tes PCR telah ditetapkan sebesar Rp900 ribu.
Nominal tersebut kemudian dipandang terlalu tinggi jika disandingkan dengan biaya tes PCR di India yang saat ini hanya berkisar 500 hingga 700 rupee atau setara Rp96.000 hingga Rp135.000.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantas meminta pemangkasan tarif tes PCR maksimal maksimal Rp550.000.
Baca Juga: Jokowi Turunkan Harga PCR, Pimpinan Komisi IX: Harusnya Jadi Rp200 Ribu, kalau Bisa Gratis
"Saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini, saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran Rp450.000 sampai Rp550.000," kata Jokowi melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (15/8/2021).
Dengan begitu, menurut Presiden Jokowi, tingkat testing terhadap masyarakat pun akan bertambah dan penyebaran Covid-19 dapat diantisipasi lebih cepat.
Namun, di balik kisruhnya harga satu kali tes PCR, muncul pertanyaan menganai alasan kenapa ongkos pemeriksaan Covid-19 tersebut bisa begitu tinggi.
Untuk itu, dengan melansir berbagai sumber, berikut Kompas TV jelaskan komponen-komponen yang memengaruhi biaya tes PCR di Indonesia.
Baca Juga: Jokowi Intruksikan Menkes Turunkan Harga Tes PCR Jadi Rp450-550 Ribu
1. Masih bergantung impor
Tak terjangkaunya biaya tes PCR di Indonesia, salah satu alasannya, karena masih bergantung pada bahan baku dari luar negeri.
Meski sudah ada produksi di dalam negeri, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, masih ada bahan baku yang harus diimpor.
"Kita sudah ada produksi dalam negeri, tapi masih ada bahan baku yang tetap harus impor," kata Nadia, seperti dikutip dari Kompas.com, Sabtu (14/8/2021).
Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas.com/Kompas.id/Kemenkes