MAKI Sebut Ketidakhadiran Pimpinan KPK di Komnas HAM Bisa Jadi Senjata Makan Tuan
Peristiwa | 8 Juni 2021, 18:44 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai arogansi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Komnas HAM akan menjadi senjata makan tuan.
Boyamin yakin saksi dan tersangka untuk perkara yang ditangani KPK akan mencontoh respons Pimpinan KPK terhadap Komnas HAM.
“Nanti akan berbalik loh, ini senjata makan tuan. Kalau nanti ada orang dipanggil KPK pasti akan mengirim surat balasan apa perkara korupsi dan minta di jelaskan sejelas-jelasnya. Nanti jadi ini bisa jadi bumerang,” kata Boyamin Saiman kepada Kompas TV, Selasa (8/6/2021).
Selain itu, Boyamin Saiman menilai respons Pimpinan KPK terhadap undangan Komnas HAM merupakan contoh buruk penghormatan terhadap lembaga negara.
Baca Juga: Terkait 51 Pegawai yang Diberhentikan, Komnas HAM Diminta Panggil Paksa Pimpinan KPK
“Ini bentuk memberikan contoh yang buruk terhadap proses penghormatan terhadap lembaga-lembaga negara. Komnas HAM dibentuk juga ada dasarnya, ada undang-undang pembentukan Komnas HAM,” ujar Boyamin Saiman.
“Beda kalau yang manggil itu MAKI, manggil KPK nggak datang nggak papa, yang manggil kan Komnas HAM datang penuhi,” tambahnya.
Semestinya, sambung Boyamin, jika KPK merasa ada perbedaan pandangan dalam polemik 51 pegawai yang diberhentikan menyampaikannya di Komnas HAM.
“Bukan kemudian menolak datang dan berkirim surat dan minta penjelasan apa pelanggaran HAM nya, loh belum divonis melanggar HAM, belum. Ini kan hanya soal pengaduan dari pegawai yang tidak lolos mengadu ada pelanggaran HAM,” katanya.
“Kemudian Komnas HAM melakukan klarifikasi dengan mengundang pihak pimpinan KPK. Nah di situ jelaskan bahwa tidak melanggar HAM dan sebagainya, Itu loh jadi prosedurnya,” tambah Boyamin.
Baca Juga: Dalami Laporan soal TWK, Komnas HAM Sebut 19 Pegawai KPK Telah Diperiksa
Apalagi, kata Boyamin Saiman, proses yang terjadi di Komnas HAM tidak ubahnya seperti melapor ke polisi. Laporan yang disampaikan ke polisi belum tentu benar, maka itu kemudian diperlukan klarifikasi ke pihak yang melaporkan.
“Baru kemudian diklarifikasi pihak yang dilaporkan dan nanti kalau yang dilaporkan itu bisa memberikan klarifikasi secara detail dan bukti yang kuat kan tidak diteruskan perkaranya,” ujar Boyamin.
“Otomatis kan begitu, ini sudah begitu laporan korupsi kepada KPK kan juga begitu. Apa setiap laporan itu dikatakan pasti ada korupsinya, kan belum tentu. Kan KPK melakukan telaah dan melakukan klarifikasi,” lanjutnya.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV