> >

RKUHP Kembali Munculkan Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden, Penjara 4 Tahun 6 Bulan

Hukum | 8 Juni 2021, 10:04 WIB
Ilustrasi Penghina Presiden dan Wakil Presiden di Penjara 4,5 Tahun (Sumber: Istockphoto/menonsstocks)

SOLO, KOMPAS.TV - Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). 

Penghinaan lewat media sosial akan dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 6 bulan. Jika penghinaan terhadap martabat presiden dan wakil presiden, hukuman pidana maksimalnya 3,5 tahun penjara.

“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan,” demikian bunyi Pasal 219 dalam draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Sementara itu, penghinaan terhadap martabat presiden dan wapres tercantum dalam Pasal 218 ayat 1. Ayat tersebut menuliskan tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Baca Juga: Sore Ini, Peringatan Seabad Kelahiran Presiden Soeharto digelar di TMII

“Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun 6 bulan,” bunyi Pasal 218 ayat 1.

Diketahui, RKUHP versi 15 September 2019 ini merupakan hasil akhir pembahasan yang dilakukan Badan Legislatif (Baleg). Selanjutnya, untuk memenuhi asas keterbukaan publik pihaknya melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melakukan sosialisasi dengan menggelar diskusi publik.

Dalam diskusi, publik dapat secara langsung memberi masukan terhadap RKUHP. Ada 12 kota yang dipilih sebagai tempat sosialisasi, yaitu Medan, Semarang, Denpasar, Yogyakarta, Ambon, Makassar, Padang, Banjarmasin, Surabaya, Mataram, Manado, dan terakhir di Jakarta.

Sementara itu, penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dapat diproses jika aduannya langsung dilayangkan ke aparat penegak hukum. Adapun aduan hanya dapat dilakukan oleh presiden maupun wakil presiden.

Baca Juga: BPKH Izinkan Calon Jemaah Haji Tarik Dananya, tapi Bakal Kehilangan Antrean

“Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden,” bunyi pasal 220 dalam RKUHP.

Adapun sebelumnya, Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab KUHP.

Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi. Tetapi faktanya, kini pasal tersebut masih dimuncul dalam RKUHP.

Baca Juga: Pemerintah Pastikan Masukan Publik Terkait Penyempurnaan RUU KUHP Tetap Terbuka

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU