Sejarah Buruk Autothrottle Boeing 737 yang Sebabkan Masalah Sebelum Sriwijaya Air SJ 182 Jatuh
Peristiwa | 20 Mei 2021, 20:06 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Federal Aviation Administration (FAA) AS pada 14 Mei 2021 kemarin menemukan adanya permasalahan dengan Airworthiness Notification untuk pesawat Boeing seri 737-300, 400, dan 500 terkait jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182.
Penyelidikan menunjukkan, kegagalan kabel syncho flap yang mungkin tidak terdeteksi oleh komputer autothrottle dapat mengakibatkan hilangnya kendali atas pesawat.
Sebelumnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia (KNKT) telah melakukan investigasi awal yang menunjukkan adanya dorongan asimetris dari mesin sebelum SJ 182 menukik fatal.
KNKT menyebut, setelah ketinggian sekitar 10.000 kaki, tuas sebelah kiri (yang terhubung dengan mesin kiri) bergerak mundur atau mengurangi tenaga, sementara tuas throttle sebelah kanan tetap.
Pesawat menukik lebih dari 3.000 meter dalam waktu kurang dari satu menit.
Baca Juga: Data Percakapan CVR Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang Jatuh Berhasil Diunduh
Sebagai catatan, throttle adalah tuas untuk mengatur tenaga yang dikeluarkan mesin di pesawat, tempatnya berada di tengah kokpit antara kursi pilot dan kopilot.
KNKT menjelaskan bahwa pesawat Boeing 737-500 masih menggunakan mode autothrottle, artinya besaran tenaga yang dikeluarkan mesin diatur oleh komputer di pesawat.
Saat autothrottle dipasang, komputer pesawat akan mengatur besaran keluaran daya mesin yang dibutuhkan. Di pesawat Boeing, tuas throttle akan bergerak sendiri maju-mundur menyesuaikan komputer.
Throttle otomatis pada 737 disebut memiliki sejarah panjang masalah yang berbahaya.
Baca Juga: KNKT Berhasil Unduh Isi Percakapan dari CVR Sriwijaya Air SJ 182
Pada tahun 2000, FAA menyadari adanya kecacatan dan memerintahkan operator pesawat 737 untuk mengganti komputer throttle otomatis setelah adanya laporan daya dorong yang tidak seimbang.
Enam tahun kemudian, dalam dua penerbangan terpisah, autothrottle pada 737 secara misterius gagal saat pesawat mendekati bandara untuk mendarat.
Dalam kedua kasus tersebut, pilot dapat memulihkan keadaan dan terhindar dari kecelakaan. Namun, pada tahun 2009, sebuah Boeing 737-800 milik Turkish Airlines jatuh saat mendekati Bandara Amsterdam ketika throttle otomatis tidak berfungsi. Sembilan penumpang tewas.
Empat tahun kemudian, pada 6 Juli 2013, sebuah Boeing 777 jatuh saat mendekati Bandara Internasional San Francisco ketika throttle otomatis gagal mempertahankan kecepatan. Tiga penumpang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Penyelidik Dewan Transportasi dan Keselamatan Nasional menemukan bahwa Boeing gagal memberikan peringatan dan instruksi yang jelas mengenai throttle otomatis.
Baca Juga: Rekaman Suara Pilot Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 Ditemukan
Beberapa hari sebelum penerbangan fatal SJ 182, pilot melaporkan adanya masalah dengan throttle otomatis.
"Ada laporan kerusakan di autothrottle beberapa hari sebelumnya kepada teknisi di maintenance log, tapi kami belum tahu jelas apa masalahnya," kata Penyidik KNKT Nurcahyo Utomo dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.TV, Kamis (20/5/2021).
Sebagai produsen pesawat, Boeing berkewajiban untuk memperingatkan dan menginstruksikan maskapai penerbangan tentang bahaya yang diketahui atau perlu diketahui oleh produsen terkait pesawat tersebut.
"Ini adalah masalah keamanan bagi seluruh dunia," kata Mark Lindquist, pengacara utama kasus Sriwijaya Air dari Herrmann Law Group dalam konferensi pers, Kamis (20/5/2021).
Baca Juga: Pesawat Landing Darurat di Tol Chicago AS Karena Masalah Teknis
"Ada lebih dari seribu pesawat 737 terbang di seluruh dunia dan FAA mengakui ada kondisi yang tidak aman terkait dengan komputer autothrottle tersebut," lanjut Mark.
Selain bermasalah dengan throttle, Pesawat SJ 182 yang telah diparkir selama sembilan bulan selama pandemi juga disebut mengakibatkan kondisi korosi dan masalah lainnya.
16 keluarga korban resmi mengajukan gugatan kepada Boeing melalui pengadilan Washington, Amerika Serikat, diwakili oleh The Herrmann Law Group yang berafiliasi dengan Danto dan Tomi Injury Specialist Law Firm.
Penulis : Hasya Nindita Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV