> >

Penyidik Ad Hoc Dinilai Bisa Jadi Solusi Atasi Kasus Pelanggaran HAM yang Mandek

Hukum | 11 Mei 2021, 19:38 WIB
Salah satu keluarga korban tragedi Mei Tahun 1998, Ruyati ,membubuhkan tanda tangan di mural pelanggaran HAM ketika peresmian mural Prasasti Tragedi Trisaksti dan Mei 1998 di kawasan Jalan Pemuda, Jakarta Timur, Senin (12/5). Peresmian mural tersebut bertujuan mengingatkan kepada pemerintah dalam penuntasan peristiwa pelanggaran HAM berat dan sebuah gerakan melawan lupa melalui peresmian Mural Prasasti Tragedi Trisakti dan Mei 1998. (Sumber: Kompas.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah menyelesaikan penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat 1998 meski berulang kali berkas penyelidikan itu dikembalikan oleh Kejaksaan Agung karena dianggap tak lengkap.

Berkaca dari hal tersebut, para pegiat HAM berpendapat bahwa perlu pembentukan penyidik HAM ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat sipil.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid saat dihubungi mengatakan, ketentuan mengenai penyidik HAM ad hoc itu diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Persisnya diatur dalam Pasal 21 Ayat 3 bahwa Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan atau masyarakat, seperti dilansir dari laman Kompas.id, Selasa (11/5/2021).

Menurut Usamn, tim penyidik ad hoc itulah yang akan memutuskan langkah penyidikan, termasuk jika ada bukti yang ditemukan dianggap tidak mencukupi sehingga kasus harus dihentikan.

Namun, sebelum itu harus ada langkah penyelidikan terlebih dulu, yaitu dengan mengumpulkan bukti, memanggil orang, dan memeriksa tempat terjadi perkara.

“Selama tim penyidik ad hoc belum dibentuk Jaksa Agung, berkas kasus pelanggaran HAM berat akan tetap seperti ini, bolak-balik antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung,” ujar Usman.

Baca Juga: Dr. Tirta Ungkap Alasan Kepengen Jadi Dokter, Berawal dari Tragedi Mei 1998

Selama ini, dalam proses hukum kasus pelanggaran HAM berat, Jaksa Agung sebagai penyidik selalu meminta Komnas HAM melengkapi berkas penyelidikan karena dianggap kurang.

Sementara Komnas HAM menyatakan bahwa berkas penyelidikan sudah cukup.

Padahal, menurut penilaian Usman, permintaan Jaksa Agung itu merupakan ranah penyidik, bukan Komnas HAM selaku penyelidik.

Salah satunya Komnas HAM pernah diminta untuk melengkapi bukti berupa surat tugas dari TNI terkait dengan peristiwa 1998.

Untuk mengatasi permasalahan itu, Usman mengusulkan agar dilakukan penyelidikan ulang dengan supervisi Kejagung.

Misalnya, ketika Komnas HAM hendak memanggil seseorang, hal itu dilakukan dengan sepengetahuan Jaksa Agung.

Dengan demikian, proses pemberkasan akan sesuai dengan standar kejaksaan.

Baca Juga: Kubu AHY Mengaku Tak Keberatan Jika Kubu Moeldoko Bongkar Lagi Kasus Hambalang

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU