Kembalikan Kerugian Negara Akibat Korupsi, PPATK Minta RUU Perampasan Aset Segera Disahkan
Berita utama | 29 April 2021, 13:54 WIB"Penilaian agregat atas transaksi yang diperiksa berdasarkan analisis intelijen, nominalnya jauh melampaui angka tersebut. Contohnya data transaksi pada kasus narkotika FY melibatkan angka Rp 27 triliun dan untuk data transaksi narkotika LB Rp 181 triliun yang melibatkan banyak yurisdiksi dan negara," ucapnya.
RUU Perampasan Aset sendiri telah diinisiasi penyusunannya oleh PPATK sejak 2003 dengan mengadopsi ketentuan dalam The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dan konsep Non-Conviction Based Forfeiture dari negara-negara yang menganut common law.
Perlu dicatat, RUU Perampasan Aset sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas jangka menengah sejak 2015, RUU ini kembali masuk pada pembahasan Prolegnas jangka menengah periode 2020-2014.
Sayangnya, hingga saat ini, RUU tersebut tidak juga masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2021 oleh DPR, sehingga tidak kunjung dibahas.
Berkaca pada kerugian negara yang terus meningkat, pengaturan yang jelas dan komprehensif mengenai pengelolaan aset yang telah dirampas menjadi penting dan genting.
Dian mendesak agak RUU Perampaasan Aset segera disahkan agar dapat mengatasi kekosongan dan keterbatasan regulasi guna menyelamatkan aset hasil tindak pidana.
"Khususnya perampasan terhadap hasil tindak pidana yang tidak dapat atau sulit dibuktikan tindak pidananya, termasuk di antaranya hasil tindak pidana yang dimiliki atau berada dalam penguasaan tersangka atau terdakwa yang telah meninggal dunia," ujar dia.
Baca Juga: Polisi Selidiki Dugaan Pelanggaran Pidana dari 92 Rekening FPI yang Dibekukan PPATK
Penulis : Hasya Nindita Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV