> >

Kembalikan Kerugian Negara Akibat Korupsi, PPATK Minta RUU Perampasan Aset Segera Disahkan

Berita utama | 29 April 2021, 13:54 WIB
Presiden Joko Widodo melantik Dian Ediana Rae sebagai Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sisa masa jabatan 2020-2021, Rabu (6/5/2020). (Sumber: Biro Pers Sekretariat Presiden)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mendesak agar rancangan Undang-Undang Perampasan Aset segera disusun oleh pemerintah dan DPR guna merampas hasil tindak pidana yang bermotif ekonomi, seperti korupsi dan narkotika. 

Kekosongan hukum yang mengatur mengenai perampasan aset menyebabkan upaya penyelamatan aset masih belum optimal, khususnya pada aset hasil korupsi dan narkoba. 

"Berdasarkan hasil pemantauan PPATK, diperoleh informasi bahwa upaya pengembalian aset dari hasil tindak pidana di Indonesia masih belum optimal," kata Dian dalam webinar PPATK Legal Forum, Kamis (29/4/2021). 

Menurut Dian, regulasi yang ada saat ini masih terbatas dalam melakukan penyelamatan aset dari hasil tindak pidana. 

Belum optimalnya regulasi yang mengatur mengenai perampasan aset ini membuat negara terus merugi sejak 2013. 

"Belum optimalnya penggunaan follow the money pada penanganan korupsi mengakibatkan semakin meningkatnya potensi kerugian negara dari tindak pidana korupsi. Selama 2013 hingga 2020 hampir mencapai Rp135 triliun," ujar Dian.

Baca Juga: Berkaca dari Kasus Korupsi PT Asabri, PPATK Sebut Uang Kripto jadi Modus Baru Pencucian Uang

Pada putusan peradilan tahun 2016-2018 sendiri, nilai kejahatan mencapai angka Rp10,39 triliun. 

"Dari jumlah tersebut sebesar Rp8,48 triliun atau 81,59 persen berasal dari tindak kejahatan narkotika, korupsi, dan perbankan," ucapnya. 

Namun, PPATK yang berperan sebagai intelijen keuangan meyakini bahwa hasil kejahatan yang dapat dibuktikan sebenarnya bisa mencapai lebih dari Rp10,39 triliun. 

Penulis : Hasya Nindita Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU