Presiden Jokowi Serukan Tolak Nasionalisme Vaksin: Ini Barang Publik Global
Update corona | 9 April 2021, 10:50 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan menolak nasionalisme vaksin Covid-19. Pasalnya, vaksin Covid-19 merupakan barang publik.
Diketahui, istilah nasionalisme vaksin merujuk pada situasi ketika suatu negara ingin mengamankan stok vaksin demi kepentingan warga negaranya sendiri.
Baca Juga: 5 Hari Setelah SP3 Kasus BLBI, Presiden Jokowi Terbitkan Keppres Buat Buru Aset
Karena itu, Jokowi menyerukan penolakan terhadap nasionalisme vaksin tersebut. Menurutnya, publik global membutuhkan vaksi saat pandemi melanda.
"Saat ini kita saksikan meningkatnya nasionalisme vaksin. Ini harus kita tolak. Kita harus mendukung vaksin multilateral,” kata Jokowi saat memberikan sambutan pada acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-10 negara-negara Developing Eight (D-8) secara virtual pada Kamis (8/4/2021).
"D-8 harus terus mendorong akses yang adil terhadap vaksin. Ketersediaan dan keterjangkauan vaksin merupakan kunci untuk keluar dari krisis."
Menurut Presiden, vaksin Covid-19 adalah barang publik global. Karena itu, dunia perlu bersatu untuk memproduksi dan mendistribusikan vaksin untuk semua.
Baca Juga: Jokowi Tegaskan Agama dan Nasionalisme Tidak Bertentangan, Justru Saling Menopang
Artinya, kata dia, kapasitas produksi vaksin justru harus digandakan dan tidak boleh ada pembatasan, baik produksi maupun distribusi vaksin.
“Di sinilah D-8 bisa berperan dalam menawarkan kapasitas produksi yang dimilikinya untuk meningkatkan produksi, mendorong akses yang sama terhadap vaksin, dan mendorong transfer teknologi,” ucap Jokowi.
Jokowi menambahkan, sejumlah negara, termasuk Indonesia, saat ini sedang mengembangkan produksi vaksin sendiri.
Oleh karenanya, D-8 mestinya membuka kerja sama pengembangan dan produksi vaksin Covid-19 ke depannya. Jokowi juga mengajak D-8 untuk berkontribusi pada pemulihan ekonomi global.
Baca Juga: Apa Strategi Pemerintah Untuk Amankan Stok Vaksin Covid-19?
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV