> >

Ekonom Sebut Pemerintahan Jokowi Bakal Wariskan Utang Rp10 Ribu Triliun, Ada Andil BUMN dan DPR

Berita utama | 24 Maret 2021, 20:50 WIB
Ilustrasi warisan utang pemerintah Presiden Jokowi bakal mencapai Rp10 ribu triliun. (Sumber: iStockPhoto via Kompas.com)

KOMPAS.TV - Didik J. Rachbini, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), memperkirakan pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal mewariskan utang sebesar Rp10 ribu triliun. Ia menyebut, ada andil DPR dan BUMN dalam penumpukan utang itu.

Saat ini total utang pemerintah dan BUMN mencapai Rp8.501 triliun. Didik mengungkapkan hal itu dalam diskusi virtual “Kinerja BUMN dan Tumpukan Utang” yang digelar INDEF, Rabu (24/3/2021).

Per Februari 2021, pemerintah saja memiliki utang sebesar R6.361 triliun. Sedangkan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menumpuk utang hingga Rp2.140 triliun pada kuartal III 2020. Utang BUMN itu berasal dari perusahaan pelat merah non keuangan Rp1.141 triliun dan BUMN keuangan Rp999 triliun.

Baca Juga: Utang Luar Negeri Pemerintah Capai US$ 420,7 Miliar

"Ini belum selesai pemerintahannya, kalau sudah selesai diperkirakan menjadi Rp10 ribu triliun utang di APBN," kata Didik.

Didik menyebut terjadi peningkatan sangat pesat utang pada pemerintahan Presiden Jokowi. Menurut Didik, pada akhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) utang pemerintah sekitar Rp 2.700 triliun dan utang BUMN Rp500 triliun.

Itu berarti, utang pemerintah naik hampir 3 kali lipat, sementara utang BUMN lebih besar 4 kali lipat pada pemerintahan Jokowi.

"Jadi, ini rezim utang yang kuat sekarang, saya sebutnya penguasa raja utang," ujar Didik.

Didik juga mengkritik DPR yang kurang berperan dalam penyusunan anggaran negara. Karena DPR lemah, utang pemerintah melonjak cepat tanpa kontrol.

Baca Juga: Ingin Obyektif, Aduan Dugaan Anggota DPR Curi Minyak Pertamina Diverifikasi MKD

“DPR sudah lemah seperti masa Orde Baru,” tambah Didik.

Di sisi lain, Didik juga mempermasalahkan kinerja perusahaan pelat merah. Didik berkata, utang BUMN meningkat lebih cepat daripada setoran laba pada negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyebut, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari BUMN menurun jauh saat pandemi Covid-19.

“BUMN biasanya menyumbang sekitar Rp 50 triliun. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lainnya yang merosok cukup tajam yang berasal dari BUMN ataupun BI,” kata Sri Mulyani, Jumat (14/8/2020), dikutip dari Kontan.

Menurut Didik, banyak BUMN menyetorkan uang di bawah Rp1 triliun.

Baca Juga: Jokowi: Saya Ingin Memastikan Distribusi Vaksin Merata Sampai ke Pelosok Daerah

Sementara, Didik mengatakan, pemerintah masih terus menyuntikkan dana ke sejumlah BUMN. 

Misalnya, pembiayaan investasi pada 12 BUMN diprediksi mencapai Rp31,5 triliun pada 2020 lalu. Sedangkan, dalam APBN 2021 pemerintah menganggarkan kenaikan pembiayaan investasi pada BUMN tersebut menjadi Rp37,4 triliun.

"Sudah utang banyak, menyusu pada APBN, setoran kepada APBN sangat kecil, yang paling besar Rp11 triliun dari BRI, sisanya cuma Rp100 miliar-Rp200 miliar, yang rugi banyak jadi beban negara. Jadi BUMN ini menjadi kelas berat sekarang," ujar Didik.

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Eddward-S-Kennedy

Sumber : Kompas TV


TERBARU