Muhammadiyah Tolak Perpres Investasi Miras: Jangan Dilihat dari Sisi Ekonomi Saja
Politik | 2 Maret 2021, 01:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - PP Muhammadiyah secara tegas menolak Peraturan Presiden (Perpres) Investasi Miras.
Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, aturan mengenai investasi miras yang diatur dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal ini, hanya melihat dari sisi ekonominya saja.
"Sebaiknya pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi saja. Tetapi juga dampak kesehatan, sosial, dan moral bangsa," kata Mu'ti kepada wartawan, Senin (1/3/2021).
Diingatkan Mu'ti, pemerintah tidak hanya bertanggung jawab dalam menciptakan kesejahteraan, namun juga menjaga moral masyarakat.
Sebelumnya, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan hal yang senada.
Anwar menilai kebijakan investasi miras tersebut tidak lagi melihat aspek menciptakan kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat luas, tetapi hanya memperhitungkan aspek investasi semata.
"Tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi demi keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pemerintah dan dunia usaha,” katanya.
Baca Juga: Sorotan: Perpres Soal Investasi Miras Menuai Pro Kontra
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar hingga kecil. Syaratnya, investasi hanya dilakukan di daerah tertentu.
Ketentuan ini tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sementara persyaratan, untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
Baca Juga: Presiden Jokowi Izinkan Bisnis Miras, Perajin Arak Bersyukur Lebih Sejahtera
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV