> >

Kasus Korupsi Dana Bencana Selalu Lolos dari Vonis Mati, Ini Daftarnya

Kriminal | 17 Februari 2021, 15:47 WIB
Menteri Sosial Juliari Batubara mejadi tahanan KPK. (Sumber: Antara Foto/Galih Pradipta via Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Topik soal tuntutan hukuman mati untuk tersangka kasus korupsi belakangan ramai jadi bahan perbincangan masyarakat. Namun, apakah pernah pelaku korupsi di Indonesia terjerat hukuman mati.

Tuntutan hukuman mati untuk koruptor kembali jadi pembicaraan karena ucapan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum HAM) Edward Omar Sharif Hiariej. 

Edward menilai mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara layak mendapat tuntutan hukuman mati. Edward beralasan, mereka tertangkap melakukan korupsi pada masa bencana karena pandemi Covid-19.

Baca Juga: Wamenkumham: 2 Mantan Menteri yang Korupsi Saat Pandemi Layak Dituntut Hukuman Mati

"Bagi saya, kedua mantan menteri ini melakukan perbuatan korupsi yang kemudian kena OTT KPK, bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi, yang mana pemberatannya sampai pidana mati," kata Omar, Selasa (16/2/2021).

Aturan soal tuntutan hukuman mati itu memang ada. UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebut, korupsi dalam keadaan tertentu bisa menerima vonis hukuman mati.

Pasal 2

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Bagian Penjelasan UU KPK itu memberi keterangan soal “Keadaan tertentu”.

Penjelasan Pasal 2 ayat (2)

Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Baca Juga: Korupsi BPJS Ketenagakerjaan Ditaksir Rugikan Negara Rp20 Triliun, 10 Kali Kerugian Korupsi E-KTP

Namun, hukum ini ternyata tak pernah berhasil menjerat para koruptor dana bantuan bencana. Berikut daftarnya.

1. Korupsi Perbaikan Masjid NTB

Tiga orang pejabat kantor wilayah (Kanwil) Kementerian Agama NTB terbukti bersalah menjadi maling dana perbaikan masjid yang rusak karena gempa Lombok 2018.

Kemenag saat itu mengucurkan dana Rp6 miliar untuk perbaikan 58 masjid di Nusa Tenggara Barat. Tiga pelaku berinisial BA, IK, dan SL (Silmi).

PN Tipikor Mataram menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.

Penulis : Ahmad-Zuhad

Sumber : Kompas TV


TERBARU