Kritik Sri Mulyani Soal Pajak Pulsa, Rizal Ramli: Karena Utang Ugal-Ugalan
Politik | 30 Januari 2021, 16:44 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Ekonomi Rizal Ramli mengkritik pemerintah terkait kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk penjualan pulsa, token listrik, kartu perdana, dan voucer. Rizal menyebut, pengenaan pajak ini cara tak kreatif mengatasi utang Indonesia.
Pemerintah Indonesia pada akhir 2020 memiliki utang sebesar Rp6074,56 triliun. APBN juga menyebut, beban bunga utang mencapai Rp3737,26 untuk tahun 2021 ini.
Pemerintah pun menargetkan akan berutang lagi sebesar Rp1.654,92 triliun.
"Ngutang ugal-ugalan dengan bunga kemahalan, neraca primer negatif selama 6 tahun, pajakin rakyat kecil yang pakai token listrik dan pulsa," kata Rizal Ramli Sabtu (30/1/2021), dikutip dari Tribunnews.com
Baca Juga: Utang Capai Rp 6.000 Triliun, Pemerintah Mau Berutang Rp 1.600 Triliun Lagi
Rizal terutama mengkritik Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menerbitkan aturan pajak pulsa. Rizal Ramli juga mengatakan Sri Mulyani membuat kebijakan ini berdasarkan saran dari orang tak kompeten.
"Mbok kreatif dikit kek. Udah ndak ngerti, dengerin medioker," kata Rizal Ramli.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengesahkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6 /PMK.03/2021 yang mengatur pajak pulsa. Langkah ini diklaim akan menjamin kepastian hukum.
"Kegiatan pemungutan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token dan voucer perlu mendapat kepastian hukum," demikian yang tertulis di PMK.
PMK tersebut ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan diundangkan pada 22 Januari 2021.
Penulis : Ahmad-Zuhad
Sumber : Kompas TV