> >

Kasus Investasi Fiktif, Polisi Tangkap Pasutri yang Diduga Kelabui Korbannya hingga Rp 39 Miliar

Kriminal | 27 Januari 2021, 15:50 WIB
Ilustrasi penipuan berkedok investasi (investasi fiktif) (Sumber: Tribunnews.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pasangan suami istri (Pasutri) berinisial DK alias DW dan KA ini harus berurusan dengan polisi.

Pasalnya, dua sejoli yang ditangkap petugas Polda Metro Jaya ini dari tujuh tersangka yang diduga terlibat dalam proyek investasi fiktif. 

Baca Juga: Realisasi Investasi Sepanjang Tahun 2020

"Lima orang tersangka lainnya tidak dilakukan penahanan dengan alasan berperan pasif dalam kasus inevestasi bodong," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, Rabu (27/1/2021).

Yusri Yunus menjelaskan, penangkapan para tersangka itu setelah HRM melaporkan dugaan penipuan itu ke Polda Metro Jaya pada 21 Januari 2021.

HRM adalah korban yang ditawarkan enam proyek investasi fiktif oleh para tersangka.

Kerugian korban HRM ini disebut-sebut sudah mencapai Rp 39 miliar.

Dalam laporannya, korban HRM menyampaikan telah ditawarkan investasi beberapa proyek mulai batu bara hingga pembelian lahan pada 2019. 

"Proyek pertama, pembelian lahan seharga Rp 24 miliar kepada korban, pada Januari 2019. Kemudian pada bulan April sampai dengan Mei 2019 juga menawarkan untuk proyek suplai MFO dari Bojonegoro yang kemudian korban mengeluarkan dana Rp 4,5 miliar lebih," tutur Yusri.

Setelah itu, pelaku kembali menawarkan kepada korban investasi lain, walaupun dua proyek sebelumnya belum diketahui kejelasannya. 

Saat itu pelaku dengan bujuk rayunya menawarkan investasi proyek batu bara dan pengelolaan lahar parkir pada Juni 2019. 

Untuk investasi batu bara di Jawa Timur senilai Rp 5,8 miliar, sedangkan lahan parkir sebesar Rp 117 juta berikut kegiatan lainnya Rp 50 juta. 

"Bulan juli tentang proyek MFO lagi di Cilegon, Banten, sekitar Rp 3 miliar serta penawaran tanah di Depok senilai Rp 2,2 miliar. Jadi ada 6 proyek ditawarkan kepada korban dengan total Rp 39 miliar," kata Yusri.

Namun seiring waktu, korban menyadari modal yang dikeluarkan tak kunjung pulang dan tak mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut. 

Korban baru menyadari setelah memeriksa identitas para pelaku, khususnya DK alias DW yang menawarkan investasi tidak tercatat. 

"Ada KTP palsu dengan nama DW. Dengan KTP palsu (DW) kemudian menawarkan termasuk bagaimana perjanjian kepada korban menggunakan DW," kata Yusri. 

Baca Juga: Minat Masyarakat Investasi Emas Selama Pandemi Menurun

Adapun istri DK alias DW, KA berperan sebagai penampung uang hasil menipu korban dan membelikan beberapa aset tanah dan rumah di beberapa lokasi. 

Sementara lima peran tersangka lainnya tak dijelaskan dalam kasus penipuan tersebut. 

"KA perannya yang menerima transferan dari suami. Dari kejahatan ini dibelikan aset yang lain seperti tanah dan rumah," ucap Yusri. 

Atas perbuatannya itu, para tersangka dikenakan pasal berbeda sesuai peranan masing-masing dalam melakukan aksi penipuan itu. 

Yusri menambahkan, ancaman Pasal 372 dan 378 KUHP, kemudaian Pasal 263 tentang pemalsuan dokumen. 

Termasuk di pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman 20 tahun penjara.

Penulis : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU