Komnas HAM: Kebiri Kimia Bentuk Penyiksaan, Tidak Sesuai HAM
Hukum | 4 Januari 2021, 21:24 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Meski Peraturan Pemerintah (PP) mengenai kebiri kimia untuk para pelaku kejahatan seksual kepada anak diapresiasi banyak pihak, Komnas HAM memiliki pendapat berbeda.
"Komnas HAM tetap berpendapat, penghukuman kebiri kimia merupakan salah satu bentuk penyiksaan yang tidak seusai dengan prinsip hak asasi manusia," kata Wakil Ketua Komnas HAM Sandra Moniaga dalam pernyataan yang dikirim secara visual kepada Jurnalis Kompas TV Adisty Larasati, Senin (4/1/2021).
Oleh karena itu Komnas HAM menilai perlu pengkajian ulang Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak, dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Baca Juga: Jokowi Sahkan PP Kebiri, Ini Perbedaan Kebiri Kimia dengan Dikebiri Bedah
Namun begitu, Komnas HAM mengapresiasi kepada pemerintah yang mempertimbangkan aspek lain dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020.
"Tidak semata-mata kebiri kimia," kata Sandra.
Seperti telah diberitakan, pada 7 Desember 2020 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani peraturan pemerintah (PP) terkait hukuman untuk para pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Yakni PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Dalam pertimbangannya, PP ini untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.
Dalam Pasal 1, tindakan kebiri kimia yang dimaksud adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain yang dilakukan kepada pelaku untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.
Baca Juga: Jokowi Teken PP Hukuman Kebiri untuk Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak
Tindakan kebiri dilakukan terhadap pelaku yang dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
"Sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia," seperti tertulis dalam PP tersebut, dikutip Kompas TV, Minggu (3/1/2021).
Dalam Pasal 5, pemberian pidana kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun.
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV