> >

Buntut Penangkapan Dua Menteri, PKS Minta Program Revolusi Mental Dievaluasi

Peristiwa | 11 Desember 2020, 15:05 WIB
(Anggota Komisi IX DPR dari  fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher. Sumber: Tribunnews)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Dalam hitungan waktu dua minggu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua menteri di kabinet Presiden Joko Widodo sebagai tersangka. Mereka itu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi IX DPR dari  fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher merasa prihatin dan menyesalkan peristiwa yang disebutnya sebagai sesuatu yang melukai hati rakyat. 

"Bagaimana rakyat tidak marah dan terluka hatinya  jika dana bansos untuk jelata pun dikorupsi juga," kata Netty dalam keterangannya, Jumat (11/12/2020).

Baca Juga: Reaksi Prabowo Subianto Kecewa Terhadap Edhy Prabowo Pasca Terjerat Kasus Suap

Netty menilai tindak pidana korupsi yang dilakukan dua menteri tersebut harus menjadi perhatian dan bahan evaluasi presiden terhadap kinerja kabinet, terutama program revolusi mental.

"Dalam waktu berdekatan, dua menteri ditangkap KPK. Pemerintah harus  mengevaluasi kinerja kabinet, termasuk program revolusi mental yang selama ini didengungkan. Rakyat membutuhkan role model perilaku anti korupsi  dari kalangan pejabat. Bagaimana rakyat mau percaya bahwa ada perubahan perilaku dalam mengelola negara jika korupsi masih terus merajalela?," katanya.

Ketua DPP PKS ini mendorong pemerintah memikirkan formulasi terobosan dalam memberantas korupsi. Formulasi terobosan untuk hentikan korupsi.

"Revolusi mental jangan hanya jadi jargon dan proyek, tapi harus benar-benar menjadi game changer yang membuat Indonesia zero korupsi," katanya.

Netty pun menawarkan salah satu terobosan yaitu  jadikan keluarga sebagai institusi  pertama yang mencegah perilaku korup.

Baca Juga: KPK Amankan Dokumen Kasus Bansos Mensos Juliari dari Tiga Lokasi Penggeledahan

Keluarga harus menjadi lingkaran terdepan yang mencegah terjadinya perilaku korupsi, jangan sampai malah  mendorong terjadinya tindakan koruptif. 

Anggota keluarga, terutama suami atau istri pejabat, harus mewaspadai setiap aliran uang yang masuk ke keluarga. Jangan mendiamkan atau malah ikut  menikmati uang haram korupsi. Pada akhirnya perilaku korupsi itu akan berdampak pada kekacauan keluarga.


Lebih lanjut, Netty mengingatkan sudah seharusnya semua pihak memberi perhatian besar kepada keluarga.  Institusi sosial terkecil ini, katanya, memiliki peranan penting dalam membentuk dan memengaruhi  pola pikir dan tindakan seseorang.

"Jika keluarga itu baik, maka akan menjadi tempat penyemaian nilai-nilai kebaikan, melahirkan pribadi yang bertanggung jawab, peduli, tidak merampas hak orang lain dan tentu saja anti korupsi," ucapnya.

Oleh karena itu, negara harus menjamin dan memberi perlindungan agar semua keluarga di Indonesia dapat tumbuh kembang secara optimal dan memiliki ketahanan terhadap kerentanan.

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU