Disebut Lembaga Terkorup, Ini Rekomendasi Transparency International Indonesia ke DPR
Hukum | 4 Desember 2020, 11:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Hasil survei dari Transparency International Indonesia (TII) menempatkan anggota legislatif (DPR) sebagai lembaga yang dipersepsikan publik terkorup di Indonesia dengan persentase 51 persen.
Survei yang dirilis dengan tajuk "Global Corruption Barometer 2020" , itu melibatkan 1.000 responden rumah tangga (household), dilakukan dengan teknik wawancara via telepon dengan menggunakan metode random digital dialing dengan margin of error 3,1 persen. Survei dilakukan pada 15 Juni-24 Juli 2020.
Baca Juga: Rencana Kenaikan Gaji Anggota DPRD DKI Jakarta
Menurut Sekjen TII Danang Widoyoko, korupsi politik anggota legislatif ini menjadi catatan serius karena akan berdampak pada pembusukan lembaga demokrasi.
"Membusuknya lembaga demokrasi kita ini berarti menjadi catatan bagi demokrasi itu sendiri," kata Danang dalam diskusi daring bertajuk 'Launching Global Corruption Barometer Indonesia 2020', Kamis (3/12/2020
Dampak dari ketidakpercayaan kepada lembaga demorasi ini, maka para pemimpin politik kemudian mengabaikan lembaga demokrasi. Ia menyebut para politikus akan langsung menyasar kepada masyarakat tanpa melibatkan lembaganya. Jadi fondasi demokrasi menjadi catatan serius terkait hal ini.
Baca Juga: Ulasan: Menguji Komitmen Antikorupsi DPR
"Sehingga kemudian para pemimpin politik ini mengabaikan lembaga demokrasi dan menjangkau langsung pemilih pendukungnya tanpa melalui lembaga demokrasi," katanya.
Hasil survei ini sejalan dengan trend yang sama di hampir semua parlemen di Asia, menjadi institusi terkorup.
Nah, untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada anggota legislatif, TII membuat delapan rekomendasi yaitu:
1. Perkuat kelompok masyarakat sipil terutama di daerah
2. Berdayakan warga untuk mengakses informasi publik
3. Pembenahan integritas di sektor politik, terutama dalam partai politik dan pemilu
4. Membangun pencegahan praktik suap, konflik kepentingan dan favoritisme dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
5.Dorong KPK bekerja secara transparan dan akuntabel
6.Bangun pendekatan gerakan antikorupsi berbasis korban seperti membangun mekanisme
perlindungan pelapor yang lebih terintegrasi
7. Mengajukan pemerasan seksual untuk mengakses layanan publik (sexortion) sebagai bagian dari
tindak pidana korups di indonesia
8. Pemerintah perlu mendengarkan dan membuka ruang partisipasi publik secara serius.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV