Chandrika Chika Ditangkap Karena Ganja Liquid THC, Ini Alasan Indonesia Tidak Legalisasi Ganja
Kesehatan | 25 April 2024, 07:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Selebgram Chandrika Chika dan Aura Jeixy diketahui baru saja ditangkap oleh Polres Metro Jakarta Selatan terkait kasus penyalagunaan narkoba, jenis liquid ganja, atau vape ganja, pada Selasa (23/4/2024).
Chandrika Chika sapa diakrab Chika ditangkap bersama 5 orang temannya di hotel kawasan Setiabudi. Mereka ditangkap pada senin (22/4/2024) pada pukul 23.00 WIB.
Baca Juga: Detik-detik KPU Sahkan Prabowo-Gibran Sebagai Pemenang Pilpres 2024
Sejumlah negara seperti AS, diketahui sudah melegalkan ganja terutama untuk medis, kenapa Indonesia melarang, dan apa dampak medisnya?
Isu legalisasi ganja saat ini masih menjadi perdebatan. Banyaknya opini yang beredar tentang khasiat lain ganja, salah satunya sebagai obat kanker, membuat masyarakat bertanya-tanya apakah legalisasi ganja di Indonesia adalah langkah yang tepat dan harus diambil oleh pemerintah.
Kepala Bidang Mutu dan Riset Pusat Laboratorium Narkotika Badan Narkotika Nasional (BNN), Rieska Dwi Widayati, mengatakan bahwa ganja, dan ekstrak apapun terkait ganja mengandung lebih dari 500 zat kimia termasuk 100 komponen yang terkait dengan delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) yang disebut dengan cannabinoids.
THC adalah psikotropika yang merupakan senyawa utama dari ganja yang bertanggungjawab atas sebagian besar efek psikologis ganja. Euforia dan halusinasi yang ditimbulkan dari penggunaan ganja dapat merusak cara kerja syaraf pusat manusia hingga menyebabkan ganguan jiwa.
“Ganja itu kenapa berbahaya, karena memang ganja itu efeknya dapat menyebabkan gila dan yang jelas lagi dapat merusak organ, salah satunya paru-paru”, ujar Riska seperti mengutip situs BNN.
Penggunaan ganja terkait dengan meningkatnya risiko gangguan mental termasuk skizofrenia, depresi, cemas dan ketergantungan. Penggunaan ganja setiap hari meningkatkan risiko sebesar 5 kali untuk mengalami psikotik.
Bukti yang paling kuat adalah munculnya gangguan mental pada individu yang memiliki kerentanan genetik terhadap gangguan mental.
Lebih lanjut Riska menyayangkan adanya penggiringan opini dari isu legalisasi ganja bahwa ganja sangat bermanfaat untuk kepentingan medis.
Menurutnya, hal tersebut adalah sudut pandang yang salah. Ia mengatakan bahwa, ganja yang dipakai di dunia internasional adalah medical cannabis yang merupakan ganja sintetis, bukan ganja yang tumbuh di Indonesia.
Ganja sintetis ini bukanlah synthetic cannabinoid atau zat yang terdapat pada tembakau gorilla yang dikenal di Indonesia dan bukan pula diekstrak dari tanaman ganja. Sedangkan yang digunakan untuk industri adalah salah satu varietas cannabis, yaitu Hemp.
Sementara itu, Kabid Rehabilitasi Medis Balai Besar Rehabilitasi BNN, dr. Elvina Katerin Sahusilawane, SpKj., mengatakan bahwa legalisasi penggunaan ganja di Indonesia akan berdampak buruk bagi remaja.
Baca Juga: Jadwal Long Weekend dan Rekomendasi Tanggal Cuti Bulan Mei 2024, Cocok untuk Liburan Panjang
“Legalisasi dapat memberikan akses yang luas bagi remaja untuk mengonsumsi ganja. Pada remaja, ganja dapat mengganggu perkembangan kognitif, menimbulkan psikotik pada indvidu dengan kerentanan genetik, dan menurunkan IQ rerata 6 – 8 poin di masa dewasanya”, ujar Elvina.
Dengan memperhatikan dampak buruk yang ditimbulkan dari konsumsi ganja dan berlandaskan hukum UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa ganja termasuk ke dalam narkotika golongan 1 dan tidak digunakan dalam pengobatan, BNN secara tegas menolak upaya legalisasi ganja. Legalisasi ganja disinyalir hanya untuk kepentingan kelompok tertentu yang berusaha merusak mental bangsa khususnya generasi muda.
Penulis : Ade Indra Kusuma Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV