> >

Pompeii di Kaki Visuvius

Opini | 13 Oktober 2024, 18:30 WIB
Patung Dewa Zeus. (Sumber: Trias Kuncahyono)

Oleh: Trias Kuncahyono

Di bawah patung Zeus, yang kedua tangannya kutung sesiku demikian juga kedua kakinya buntung sebatas lutut, saya melihat masa lalu Pompeii. Masa lalu yang tak pernah usang walau sudah melewati ribuan hari. Bahkan, jutaan hari. Masa lalu Pompeii begitu berwarna.

Pompeii, kota yang di masanya sangat terkenal. Kota pelabuhan. Kota pusat perdagangan. Kota tempat tetirah orang-orang kaya Romawi. Kota pusat kuliner. Kota hiburan. Kota pemuas hawa nafsu para hidung belang Romawi.

Kota di kaki Gunung Visuvius dan memangku Teluk Napoli ini didirikan oleh orang-orang Yunani pada abad VI SM.  Pohon anggur dan zaitun tumbuh subur di wilayah kota yang dilalui Sungai Sarno itu.

Di muara sungai dibangun pelabuhan kecil yang dikemudian hari menjadi besar dan ramai. Pompeii pun menjadi kota dagang.

Pada tahun 290 SM, kota ini direbut dan dikuasai Romawi. Sejak itu, gaya hidup Romawi mewarnai Pompeii. Apalagi, di kala musim panas, orang-orang Roma berbondong-bondong liburan di Pompeii. Karena makin banyak orang Roma di Pompeii, maka kota itu makin berkembang.

Lalu, dibangunlah tiga tempat pemandian umum air panas seperti di Roma. Dibangun pula teater, arena, odeon (bahasa Yunani, Ōideion, yang artinya “tempat untuk bernyanyi”; tapi lalu diartikan sebagai sinema).

Maka,  selain perdagangan, seni dan budaya juga berkembang. Bangsa Romawi juga mendorong nafsu duniawi: dibangun 13 rumah bordil (saat ini, para wisatawan antre, bahkan berdesak-desakan untuk masuk dan melihat bekas rumah bordil itu).

Ada 31 toko roti. Pompeii, berkembang dan maju. Banyak catatan menuliskan saat itu, Pompeii berpenduduk 20.000 jiwa.

***

Tiba-tiba, semua itu hilang seperti ditelan bumi. Menurut sebuah legenda, tragedi itu terjadi karena kemarahan Dewa Vulgan.

Dalam mitologi Yunani, Dewa Vulgan atau Dewa Hephaestus adalah dewa api dan gunung. Vulgan marah pada penduduk Pompeii dan Herculaneum, karena kelakuannya amoral. Mereka dihukum.

Legenda tersebut mencerminkan kepercayaan kuno bahwa bencana alam adalah akibat dari murka para dewa. Tapi, apakah bencana alam terjadi karena kemarahan Yang Maha Tinggi? Banyak terjadi karena kelakuan manusia sendiri.

Sejarah mencatat, tragedi itu terjadi pada tanggal 24 Oktober 79, pagi hari di musim panas. Ketika penduduk Pompeii, dan para wisatawan sedang siap-siap menikmati hari, terjadilah goncangan hebat. Gempa bumi.

Dan, kemudian terdengar suara gemuruh dari Gunung Visuvius yang berketinggian 1.190 meter itu.

Lalu terdengarlah ledakan dahsyat. Warga kota ketakutan. Ketika mereka melihat puncak gunung hancur. Asap dan gas beracun membumbung setinggi 32 kilometer ke udara, yang segera menyebar ke kota yang ada di kakinya. Tiang-tiang api berkobar-kobar terlihat dari kota.

Ketakutan menguasai warga kota yang panik. Apalagi, awan debu dan puing-puing batu berwarna abu-abu berbentuk pinus menggelapkan langit dalam hitungan menit dan mengubah siang menjadi malam.

Orang-orang yang putus asa takut akan murka para dewa. Obor dinyalakan, doa dipanjatkan, tetapi tidak ada gunanya: setengah jam kemudian abu vulkanik, debu, lapili, dan potongan batu apung berbusa mengguyur Pompeii.

Penulis : Redaksi-Kompas-TV

Sumber : Kompas TV


TERBARU