> >

Arch of Augustus di Rimini

Opini | 28 April 2024, 07:05 WIB
Arch of Augustus, gapura Augustus di Rimini. (Sumber: Istimewa)

Maka itu, ketika Caesar melihat Brutus ikut menusuknya, dengan penuh keheranan dia berkata, “Et tu, Brute” (Kamu juga Brutus). Ini adalah ungkapan kekagetan sekaligus kesedihan Caesar melihat orang yang pernah dimaafkan, dipercaya, dan dicintainya ikut juga menusuk dirinya.

Tapi, Brutus berdalih ikut kelompok konspirasi untuk menyingkirkan diktator Julius Caesar, untuk menyelamatkan negara. Kata Brutus, demi kesejahteraan, kemerdekaan, dan kebebasan Roma, Caesar harus disingkirkan.

Setelah Caesar tewas, Roma aman? Tidak! Justru terjadi perang saudara. Dampak kematian Caesar tidak seperti harapan para pembunuhnya. Sebagian besar masyarakat Romawi membenci para senator atas pembunuhan tersebut. Apalagi lalu pecah perang saudara rebutan kekuasaan.

Pada akhirnya, cucu laki-laki dan anak angkat Caesar, Oktavianus, muncul sebagai pemenang dalam perebutan kekuasaan. Ia menjadi pemimpin Roma. Dia mengganti namanya menjadi Augustus Caesar. Pemerintahan Augustus menandai berakhirnya Republik Romawi dan dimulainya Kekaisaran Romawi.

Baca Juga: Kunjungi Rusia & Ukraina di Tengah Peperangan, Trias Kuncahyono : Keamanan Jokowi Pasti Dijamin

Kisah Julius Caesar, berakhir; juga Republik Roma. Caesar tewas di tangan orang yang dicintainya, pada 15 Maret 44 SM di gedung Senat, dengan 23 kali tusukan.

Julius Caesar memang telah mati. Tapi, ucapan keterkejutan, sakit hati, dan kekecewaannya yakni, “Et tu, Brute”, masih diingat orang dan diulang-ulang. Orang juga masih ingat kata-kata Caesar yang sangat kondang, ketika sebagai jenderal besar menaklukan sejumlah wilayah di Eropa: Veni, vidi, vici, saya datang, saya melihat, saya menang.

***

Masih saya pandangi Gapura Augustus itu. Angin dari Laut Adriatik, saya rasakan semilir dan dingin. Tapi matahari leluasa melepaskan sinarnya. Langit begitu biru. Bersih.

Beberapa orang terlihat duduk di bangku-bangku beton depan gapura, menikmati belaian sinar matahari. Serombongan orang melintas di bawah gapura; juga serombongan pesepeda yang kemudian berhenti untuk berfoto.

Seorang perempuan tua, mengagetkan saya. Ia tiba-tiba berdiri di samping saya dan bertanya  “Dari mana Anda?” Ketika saya jawab dari Indonesia, ia tersenyum. Tapi  saya tidak tahu apakah senyuman itu tanda bahwa ia tahu di mana Indonesia itu? Ia pergi begitu saja.

Tak lama kami berdiri di depan Gapura Augustus, sambil mengaguminya. Inilah bukti sejarah kebesaran Kekaisaran Romawi dulu. Dari sejarah, kita bisa banyak belajar. Karena memang historia magistra vitae, la storia è maestra di vita, sejarah guru kehidupan.

Kata seorang negarawan, ahli hukum, cendekiawan, dan penulis Romawi, Cicero (106 SM – 43 SM) Historia vero testis temporum, lux veritatis, vita memoriae, magistra vitae, nuntia vetustatis (Cicerone, De Oratore, II, 9, 36), Sejarah sesungguhnya adalah saksi zaman, cahaya kebenaran, kehidupan kenangan, guru kehidupan, berita zaman dahulu.”

Tapi, kita cenderung abai terhadap sejarah, tak mau belajar dari sejarah. Karena, kata orang, sejarah ditulis oleh pemenang. Akibatnya, orang cenderung tak peduli, dan kurang percaya pada sejarah. Sejarah adalah masa lalu, begitu kata mereka.

***

 

 

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Vyara-Lestari

Sumber :


TERBARU