Orkestra
Opini | 8 Oktober 2023, 10:02 WIBDi bawah sinar matahari pagi, kami duduk menunggu acara dimulai. Menghadiri perayaan Misa dan semua acara di Takhta Suci Vatikan adalah salah satu tugas kami. Hari itu, kami berlima menghadiri acara di Vatikan.
Hari memang belum begitu siang. Baru Pukul 09.30. Tapi, sengatan sinar matahari sudah terasa panas di kulit. Berpayung langit biru bersih, kami duduk.
Di Lapangan Santo Petrus, lapangan besar di depan Basilika Santo Petrus, ribuan umat dari berbagai negara, seperti kami para diplomat dari negara-negara sahabat Takhta Suci dengan sabar menunggu acara dimulai. Mereka, ribuan umat itu, berdiri di bawah terik matahari yang makin siang semakin menyengat.
Di halaman depan Basilika St Petrus, Vatikan pagi itu akan diadakan “consistory“, konsistori untuk pelantikan 21 kardinal dari pelbagai negara oleh Paus Fransiskus. Kata “consistory” dipungut dari bahasa Latin yakni “consistorium“, tempat pertemuan.
Kata konsistori lalu berarti pertemuan para pejabat gerejawi (Dewan Suci Para Kardinal/Sacred College of Cardinals) dengan Paus sebagai pemimpinnya. Dari 21 kardinal –yang biasa disebut Pangeran Gereja- yang dilantik tak satu pun dari Indonesia. Ada dari Malaysia. Ada pula dari Hongkong.
Pada tahun 2017 saat konsistori pengangkatan lima kardinal, Paus dengan tegas mengatakan kepada mereka bahwa mereka tidak dipanggil untuk menjadi “Pangeran Gereja” melainkan untuk melayani, dengan mata terbuka terhadap realitas “dosa dunia.”
Kata kuncinya adalah “melayani”, bukan “dilayani.” Itulah tugas utama pemimpin. Pemimpin adalah pelayan. Bukan tuan pemegang kekuasaan tanpa batas. Bukankah sudah tertulis, “Aku datang untuk melayani, bukan dilayani.”
Mereka, para kardinal itu, dikenal sebagai kardinal pemilih (cardinal electors), dan jumlahnya dibatasi hingga 120 orang. Saat ini ada 241 kardinal, dan yang memiliki suara dalam konklaf (pemilihan Paus) 136 orang.
Tapi, kardinal yang berusia 80 tahun sebelum konklaf, tak punya hak pilih. Sekarang ini, dari 136 kardinal yang usianya mendekati 80 tahun, banyak. Paus Fransiskus–Jorge Mario Bergoglio–dipilih menjadi Paus pada tanggal 13 Maret 2013 dalam usia 76 tahun.
***
Kami tetap duduk tertib, beratapkan langit biru yang begitu bersih tanpa dikotori selembar awan pun. Karena itu panas matahari terasa semakin menyengat. Untungnya, petugas membagikan air dalam botol dan sun block lotion.
Ribuan umat yang berdiri di Lapangan Santo Petrus juga tetap terlihat tertib. Piazza San Pietro (Lapangan Santo Petrus) adalah saksi sejarah dari begitu banyak peristiwa di Takhta Suci Vatikan.
Di Piazza yang dibangun antara 1656 - 1667, berdasarkan rancangan arsitek dan pematung Gian Lorenzo Bernini (1598-1680), berkali-kali ribuan umat dari berbagai negara, menjadi saksi terpilihnya seorang Paus baru.
Di tempat itu pula, pada 13 Mei 1981, Paus Yohanes Paulus II menjadi korban penembakan. Penembakan dilakukan oleh Mehmet Ali Agca, pria asal Turki yang kemudiaan dimaafkan Paus.
Paus selamat dari maut. Walaupun tertembak pada bagian perut dan tangan kirinya. Ketika itu, Paus tengah berkeliling di lapangan mengendarai mobil terbuka untuk memberikan salam dan memberkati para peziarah.
Piazza San Pietro yang disebut-sebut sebagai salah satu lapangan terbesar (panjang 320 meter dan lebar 240 meter) di dunia, mampu menampung lebih dari 300.000 orang. Lapangan ini juga dicatat sebagai lapangan terindah di dunia.
Bagian yang paling mengesankan dari Piazza San Pietro, selain ukurannya, adalah 284 kolom dan 88 pilaster yang mengapit alun-alun dalam barisan tiang yang terdiri dari empat baris. Di atas kolom terdapat 140 patung orang suci yang dibuat pada tahun 1670.
Di tengah Piazza, berdiri tegak dan kokoh obelisk granit warna muda setinggi 25,31 meter, lebar bagian bawah 8,25 meter. Obelisk ini berasal dari Heliopolis, Mesir, dibuat di zaman Firaun Mencares pada tahun 1835 SM untuk menghormati Dewa Matahari.
Pada tahun 37 atas perintah Kaisar Caligula (berkuasa dari 37 – 41) dibawa ke Roma dan didirikan di Circus (Lapangan) Caligula dan Nero. Di tempat itulah Petrus dihukum mati dengan cara disalib terbalik, kepala di bawah.
Maka obeliks itu sering disebut “Pyramis Beati Petri” (Piramid Santo Petrus). Pada tahun 1586, Paus Sixtus V memindahkannya ke Piazza San Pietro.
Menurut cerita (stpeterbasilica.info) butuh waktu empat bulan untuk memindahkan dari tempat pertama ke Piazza San Pietro yang jaraknya hanya dua-ratus meteran, karena beratnya 326 ton. Yang lebih menghebohkan lagi untuk memindahkan dikerahkan 900 orang. Dan, memerlukan 140 ekor kuda dan 44 derek untuk mendirikannya seperti sekarang ini.
***
Tiba-tiba terdengar tepuk tangan membahana dari umat yang berdiri di Lapangan Santo Petrus. Mereka melihat Paus Fransiskus duduk di kursi roda didorong keluar dari sebelah sisi kiri Basilika Santo Petrus.
Paus tersenyum dan melambaikan tangan. Kami pun tersenyum lega, acara pelantikan 21 kardinal akan segera dimulai. Acara dimulai tepat sesuai jadwal, Pukul 10.00.
Sejam kemudian acara selesai. Sambil pulang lewat Basilika Santo Petrus yang begitu indah dan megah itu, kami yang berasal dari negeri yang sangat beragam dalam segala hal–etnis, suku, agama, bahasa, budaya dan sebagainya–ingat sepotong bagian khotbah Paus Fransiskus (86) asal Argentina itu.
Kata Paus, keberagaman diperlukan; itu sangat diperlukan. Namun, setiap suara harus berkontribusi pada desain umum, rancangan bersama; sehingga melahirkan harmoni seperti orkestra.
***
Penulis : Redaksi-Kompas-TV
Sumber : Kompas TV