> >

Catatan Hitam Pak Rektor

Opini | 22 Agustus 2022, 14:52 WIB
Ilustrasi korupsi (Sumber: s3images.coroflot.com)

*

Oh iya, apa artinya menjadi rektor, Prof? Seperti biasa, penerima anugerah gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris ini–Commander of the Order of British Empire–langsung menjawab. Katanya,  menjadi rektor berarti  membuktikan keteguhan integritas, tidak  tergoda melakukan KKN.

Kata kuncinya adalah  integritas. Maka,  hanya (semestinya) orang-orang yang memiliki integritas-lah yang bisa dipilih menjadi rektor. Sebaliknya, hanya (semestinya) orang-orang berintegritaslah yang memiliki suara untuk memilih seseorang menjadi rektor, entah itu universitas atau institut.

Apa jadinya kalau yang dipilih menjadi rektor bukan orang yang berintegritas? Juga, apa jadinya kalau yang memilih juga bukan orang-orang yang berintegritas.

Maka benar, kata mantan Rektor Atma Jaya Yogyakarta, Maryatmo, kalau pimpinan tertinggi sebuah perguruan tinggi dipertanyakan integritasnya maka proses pemilihan rektor atau komunitas yang memilih rektor, serta hasil anak didik-nya juga bisa dipertanyakan nilai kejujuran dan integritasnya.

Kata integritas dipungut dari bahasa Latin, integer, yang antara lain berarti utuh, seluruhnya, komplet, lengkap, genap, bulat, tidak bercampur, tidak bercela, tidak kurang suatu apa, dan suci.

Maka integritas antara lain berarti keutuhan, kelengkapan, kesempurnaan, kelurusan hati, sifat tidak mencari keuntungan sendiri, kejujuran, dan kesalehan (K Prent, J Adisubrata, WJS Poerwadarminta, Kamus Indonesia-Latin, 1969).

Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan integritas sebagai “mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran.”  Kesatuan yang utuh dapat dipahami sebagai kesamaan antara pikiran, hati, dan tindakan.

Orang yang berintegritas adalah orang yang sama ketika sedang sendirian dan ketika berada di tengah khalayak ramai. Tidak ada perbedaan baik dari sifat maupun karakternya ketika ditempatkan di keadaan apapun; termasuk ketika memiliki kekuasaan, tidak tergoda untuk menyalah-gunakan kekuasaan, abuse of power,  yang dimilikinya demi keuntungan diri.

Maka itu, orang yang jujur disebut sebagai “man of integrity”, seseorang yang berintegritas. Bila seseorang memiliki karakter integritas, maka dalam dirinya tidak ada kemunafikan; dia dapat bertanggung jawab secara personal, keuangan, dan tindakan; bahkan motivasinya murni.

*

Maka itu, kata Kata Doed Joesoef (2014), rektor sebaiknya memusatkan perhatian pada usaha mengembangkan perguruan tinggi (PT) yang dipimpinnya menjadi pusat pendidikan keilmuan par excellence demi kemajuan ilmu pengetahuan (IP) yang sesuai dengan kemajuan peradaban manusia dan demi perkembangan spirit ilmiah yang diperlukan untuk itu. Dengan kata lain  seorang rektor bertugas mewujudkan komunitas ilmiah.

Tetapi, bagaimana mungkin komunitas ilmiah itu terbentuk dan berkembang, kalau yang semestinya bertanggung jawab membentuk dan mengembangkan, tak berintegritas? Yang terjadi adalah jauh panggang dari api.

Maka menjadi terasa aneh, kegiatan yang kehadirannya dimaksudkan untuk meraih dan menjaga kebenaran serta kejujuran ternyata malah dimanipulasi. Bila demikian  pendidikan  sebagai institusi yang semestinya berfungsi melatih kejujuran, menjadi hanya sekadar alat untuk, misalnya, mendapatkan ijazah atau gelar.

Hal itu terjadi lantaran ada kalangan pimpinan perguruan tinggi  yang greedy, rakus. Maka, terjadilah corruption by greed karena mentalitas korup yang tanpa ragu-ragu  mengorbankan moralitas atau korupsi dianggap sebagai tindakan yang biasa saja. Karena toh banyak juga orang lain yang korupsi…..*

Sumber: triaskredensialnews.com

Penulis : Redaksi-Kompas-TV

Sumber : Kompas TV


TERBARU