> >

Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata 30 Hari dari Mesir, Bahas Mekanisme Pertukaran Tawanan

Kompas dunia | 10 Desember 2024, 14:12 WIB
Anak-anak dan perempuan Palestina berjalan di antara bangunan yang rusak akibat serangan udara dan darat Israel di Jabaliya, bagian utara Jalur Gaza, pada 31 Mei 2024. (Sumber: AP Photo/Enas Rami)

KAIRO, KOMPAS.TV — Pihak Hamas menyatakan persetujuan awal terhadap usulan Mesir untuk melakukan gencatan senjata selama 30 hari di Gaza.

Dalam rencana tersebut, Hamas juga akan melepaskan sejumlah tawanan yang ditangkap saat serangan ke Israel tahun lalu. 

Kesepakatan awal itu disampaikan oleh delegasi Hamas, termasuk Khalil Al Hayya dan Zaher Jabareen, saat melakukan kunjungan singkat ke Kairo, Mesir, pada Minggu (8/12). 

Mereka juga menyerahkan daftar tawanan yang akan dibebaskan sebagai bagian dari pertukaran dengan tahanan Palestina yang berada di penjara Israel.

Dilansir dari The National News, Selasa (9/12/2024), daftar yang diserahkan mencakup tawanan yang berkewarganegaraan AS atau memiliki status kewarganegaraan ganda AS-Israel.

Namun, tidak disebutkan jumlah pasti tawanan yang akan dibebaskan.

Usulan gencatan senjata dari Mesir mencakup pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza dan penarikan bertahap pasukan Israel dari wilayah perbatasan Gaza-Mesir, termasuk penyeberangan Rafah. 

Langkah ini bertujuan untuk mengurangi eskalasi konflik yang telah menewaskan lebih dari 44.700 warga Palestina dan melukai dua kali lipat jumlah tersebut sejak operasi militer Israel dimulai.

Sebelumnya, militer Israel mengungkapkan, sekitar 40 dari 100 tawanan yang masih berada di Gaza diyakini telah meninggal. 

Jumlah ini merupakan bagian dari sekitar 250 tawanan yang diculik saat serangan Hamas ke wilayah selatan Israel pada Oktober tahun lalu yang menewaskan 1.200 orang. 

Sebagian besar tawanan telah dibebaskan dalam gencatan senjata pekan lalu atau melalui operasi militer Israel.

Baca Juga: Hamas-Fatah Kembali Bersatu, Siapkan Komite untuk Pimpin Gaza Usai Perang

Hamas dikabarkan mengajukan sejumlah amandemen terhadap usulan Mesir, meski belum ada keterangan resmi terkait detail perubahan tersebut. 

Selain itu, Turki juga dilaporkan tengah mengadakan pembicaraan dengan pihak AS dan Israel mengenai rencana relokasi pejabat senior Hamas dari Gaza ke Turki. 

Israel bahkan memberikan jaminan tidak akan mengejar para pejabat tersebut jika mereka setuju untuk hidup dalam pengasingan.

Meski demikian, Hamas sebelumnya telah menolak tawaran serupa dari Israel untuk keluar dari Gaza dengan jaminan keselamatan.

Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Jassim menggarisbawahi pentingnya tekanan pada kedua belah pihak untuk menghentikan konflik. 

Dalam forum dialog politik Doha, ia menyatakan optimisme bahwa momentum baru muncul untuk mencapai kesepakatan pasca-terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS.

“Kami melihat adanya dorongan dari pemerintahan mendatang untuk segera mencapai kesepakatan, bahkan sebelum presiden baru dilantik,” kata Sheikh Mohammed.

Ia menambahkan, harapan besar ditujukan pada keterlibatan semua pihak untuk berunding secara baik demi mengakhiri pertumpahan darah di Gaza.

Dengan kesepakatan awal dari Hamas ini, peluang untuk gencatan senjata yang lebih panjang dan penghentian kekerasan di Gaza semakin terbuka.

Namun, keberhasilan rencana tersebut masih bergantung pada komitmen kedua pihak untuk bernegosiasi secara konstruktif.

Baca Juga: Donald Trump Tuntut Hamas Bebaskan Sandera, Ancam Bertindak Tegas di Timur Tengah

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Deni-Muliya

Sumber : The National


TERBARU