> >

Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol Bisa Dihukum Mati jika Terbukti Lakukan Pengkhianatan

Kompas dunia | 6 Desember 2024, 20:07 WIB
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dalam konferensi pers di Kantor Kepresidenan, Seoul, Korea Selatan, Kamis (7/11/2024). (Sumber: Kim Hong-Ji/Pool Photo via AP)

SEOUL, KOMPAS.TV – Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol menghadapi potensi diadili atas tuduhan pengkhianatan terhadap negara dan terancam hukuman mati setelah oposisi mengajukan proses pemakzulan atas tindakannya mendeklarasikan darurat militer yang menuai kontroversi. 

Sesuai hukum yang berlaku di Korea Selatan, pengkhianatan terhadap negara dapat dijatuhi hukuman seumur hidup atau hukuman mati.

Proses pemakzulan ini telah memicu gelombang protes di luar gedung Majelis Nasional dan membuka perdebatan mengenai penggunaan hukuman mati yang masih legal meskipun eksekusi terakhir dilakukan pada 1997.  

Tuduhan Pengkhianatan terhadap Negara  

Oposisi menuding Yoon mencoba melakukan kudeta dengan memobilisasi militer, melarang aktivitas partai politik, dan memblokade akses ke gedung parlemen selama periode singkat darurat militer yang diumumkan Selasa (3/12/2024) malam, yang kemudian dibatalkan. 

Tindakan itu dianggap melanggar konstitusi, yang hanya mengizinkan darurat militer dalam situasi perang atau krisis besar.  

Namun, kubu pendukung Yoon membantah dan memberi pembelaan bahwa deklarasi tersebut memiliki dasar hukum. 

Status Korea Selatan yang masih secara teknis dalam kondisi perang karena Perang Korea belum berakhir secara resmi, menjadi argumen utama pembelaan Yoon.  

Baca Juga: Rakyat Korea Selatan Gelar Demonstrasi Besar Besok, Tuntut Yoon Suk Yeol Mundur dari Presiden

Dilansir Telegraph, pengkhianatan terhadap negara merupakan salah satu kejahatan paling serius di Korea Selatan.

Berdasarkan Pasal 87 dan 92 Undang-Undang Pidana Korea Selatan, tindakan ini dapat dihukum mati. Meski begitu, hukuman mati telah menjadi isu sensitif di negara ini. 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Telegraph/Euro News


TERBARU