> >

ICC Ajukan Surat Penangkapan Kepala Junta Myanmar Min Aung Hlaing atas Kejahatan terhadap Rohingya

Kompas dunia | 27 November 2024, 20:12 WIB
Panglima Tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing memimpin parade tentara pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu, 27 Maret 2021. (Sumber: AP Photo)

DEN HAAG, KOMPAS.TV – Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Karim Khan, mengajukan permohonan surat penangkapan terhadap pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing, atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan. 

Permohonan tersebut berkaitan dengan operasi militer yang memaksa ratusan ribu warga Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh pada 2017.

Khan mengatakan, hasil investigasi yang dilakukan secara independen dan tidak memihak menunjukkan ada dasar yang kuat untuk menuduh Min Aung Hlaing bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk deportasi dan penganiayaan terhadap komunitas Rohingya.

Pengajuan ini akan ditinjau oleh panel yang terdiri dari tiga hakim ICC. Biasanya, proses pengambilan keputusan terkait penerbitan surat penangkapan membutuhkan waktu sekitar tiga bulan.

Operasi militer Myanmar pada 2017 di negara bagian Rakhine mengakibatkan lebih dari 700.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.

Mereka memberikan kesaksian memilukan tentang pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran desa-desa oleh militer Myanmar.

PBB menyebut tindakan tersebut dilakukan dengan niat genosida, namun Myanmar terus membantah tuduhan tersebut. 

Pada saat itu, Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil Myanmar yang didukung Barat, dikritik karena dianggap tidak berbuat banyak untuk mencegah kejahatan tersebut.

Setelah kudeta militer 2021, Suu Kyi ditangkap dan kini menjalani hukuman penjara atas sejumlah dakwaan.

Baca Juga: Pemimpin Iran Ali Khamenei Serukan Hukuman Mati Pemimpin Israel, Kerdilkan Perintah Penangkapan ICC?

Sambutan dari Aktivis Rohingya

Langkah ICC ini disambut baik oleh para aktivis Rohingya. Presiden Organisasi Rohingya Burma di Inggris (Burmese Rohingya Organisation UK), Tun Khin, menyebut kabar ini sebagai “langkah besar menuju keadilan.”

“Selama beberapa dekade, komunitas internasional membiarkan militer Myanmar melanggar hukum internasional tanpa ada tindakan. Hari ini, kita akhirnya mengambil langkah lain menuju akuntabilitas,” ujar Tun Khin dikutip dari The Guardian, Rabu (27/11/2024).

Nay San Lwin, aktivis politik Rohingya, mengatakan permohonan ini sudah lama dinantikan. 

“Kami berharap surat penangkapan segera diterbitkan. Hanya pengadilan internasional yang dapat memberikan keadilan bagi kami,” katanya.

Saat ini, hampir satu juta warga Rohingya masih tinggal di kamp pengungsi Cox’s Bazar, Bangladesh. 

Kamp ini merupakan salah satu yang terbesar dan terpadat di dunia, namun juga kerap dilanda masalah keamanan.

Sementara itu, Rohingya yang masih berada di Myanmar terus menghadapi penganiayaan dari militer maupun kelompok bersenjata seperti Arakan Army yang berkonflik dengan pemerintah.

Min Aung Hlaing sendiri dianggap sebagai salah satu tokoh militer paling kontroversial di dunia.

Matthew Smith, pendiri organisasi hak asasi manusia Fortify Rights, mengatakan bahwa selain bertanggung jawab atas kekejaman terhadap Rohingya, Min Aung Hlaing juga terlibat dalam kudeta militer 2021 yang memicu kekerasan di seluruh Myanmar.

“Korban kejahatannya mencakup berbagai kelompok etnis di Myanmar, mencapai puluhan juta orang. Ia harus dihentikan dan diadili,” kata Smith.

Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant, Aktivis: Peringatan Keras!

 

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Vyara-Lestari

Sumber : The Guardian


TERBARU