Warga Palestina dan Lebanon Soal Pilpres AS: Trump Sumber Bencana, Demokrat Jualan Omong Kosong
Kompas dunia | 5 November 2024, 16:52 WIBGAZA, KOMPAS.TV - Pilpres Amerika Serikat (AS) yang digelar pada Selasa (5/11/2024) hari ini dibayangi perang Israel di Palestina dan Lebanon yang telah membunuh puluhan ribu warga sipil. Dukungan Gedung Putih untuk perang brutal Israel di Timur Tengah pun semakin tidak populer oleh banyak kalangan di AS, terutama pemilih muda.
Kendati demikian, kandidat dari Partai Republikan dan Demokrat yang tengah bersaing, bersikeras mendukung penuh Israel. Baik Donald Trump dan Kamala Harris enggan memberi pernyataan tegas soal agresi Israel kendati sama-sama menjanjikan "perdamaian" di Timur Tengah.
Bagi korban perang Israel di Palestina dan Lebanon, tidak banyak yang bisa diharapkan dari Pilpres AS 2024. Gedung Putih dinilai tetap akan mengabaikan hak-hak asasi masyarakat Palestina, siapa pun yang menjabat.
Bedanya, sebagian warga di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Lebanon menilai Trump akan mempercepat datangnya perdamaian di Timur Tengah. Sebagian lain menilai Trump lebih buruk dan hanya akan memperburuk pertumpahan darah.
Baca Juga: Pilpres AS Ketat Jelang Pemilihan, Elektabilitas Trump dan Harris Terpaut 0,9 Persen
Ammar Joudeh, warga Palestina yang tinggal di kamp pengungsian Jabaliya, Gaza, menyebut kepemimpinan Trump akan semakin buruk bagi bangsanya. Joudeh menyoroti langkah Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel ketika menjabat sebagai presiden pada 2016-2020.
"Jika Trump menang, kami akan diusir hingga Semenanjung Sinai (Mesir). Israel telah mengeksekusi sebagian besar rencana Trump untuk mengusir kami dari utara Gaza. Jika Trump menjabat lagi, dia akan menyelesaikan rencananya," kata Joudeh dikutip Al Jazeera, Selasa (5/11).
"Lebih dari setahun berlalu (sejak serangan Israel ke Gaza) dan kami masih terjebak, tidak ada pekerjaan, tidak ada air, tidak ada tempat aman, tidak ada makanan. Kesedihan kami amat mendalam."
Penduduk Kota Gaza, Tahani Arafat justru menilai Trump dapat menemukan solusi untuk mengakhiri perang Israel di Gaza. Arafat menggarisbawahi fakta bahwa perang brutal Isreal di Palestina dimulai pada era Joe Biden.
Menurutnya, Biden dan Partai Demokrat sekadar menjual isu perdamaian dan hak asasi manusia tanpa mengambil kebijakan berarti. Arafat menyebut pemerintahan Demokrat terus memberi bantuan militer ke Israel saat masyarakat Palestina "dibasmi di depan mata".
"Demokrat selalu bicara perdamaian, tetapi itu hanya pepesan kosong. Era Biden adalah yang terburuk bagi kami, mungkin Trump akan berbuat lebih. Tidak ada Presiden Amerika yang akan mendukung kami," katanya.
Penduduk El-Bireh di Tepi Barat, Khaled Omran juga pesimistis dengan Pilpres AS yang berlangsung hari ini. Khaled yakin bahwa Israel dengan rezim Trump akan lebih brutal, tetapi tidak akan ada pemerintahan berarti.
Khaled Omran mengaku akan golput jika menjadi warga AS yang memiliki hak pilih. Pasalnya, menurutnya Washington tetap akan mendukung penuh Israel, siapa pun yang terpilih.
"Apabila saya punya hak pilih, saya tidak akan memilih siapa pun. Pilihannya antara buruk dan sangat buruk. Apa pun hasilnya, Presiden (AS) selanjutnya akan mendukung Israel," kata Khaled Omran.
Baca Juga: Dunia Kecam Langkah Tel Aviv Larang UNRWA, Otoritas Palestina: Israel Sudah Jadi Negara Fasis
Sementara itu, bagi Joy Slim yang tinggal di Beirut, Lebanon, kebijakan AS di bawah rezim Demokrat ataupun Republikan tidak pernah mengutungkan masyarakat Timur Tengah.
Sebelum Israel menyerang, Joy Slim mengaku lebih memilih kepemimpinan Demokrat daripada Republikan. Namun, setelah menyaksikan dukungan Biden untuk perang brutal Israel, Slim menilai akan lebih baik bagi Timur Tengah jika Trump menang.
"Tentu dia (Trump) mungkin akan melarang aborsi yang mana bagi saya, sebagai seorang perempuan, sangat mengganggu. Namun, dia mewakili harapan untuk menghentikan perang (di Palestina dan Lebanon)," kata Joy Slim.
"Dia mungkin akan menarik dukungan penuh AS untuk Israel dan saya pikir dia akan lebih bersikap sebagai pebisnis, ingin menghemat uang (AS)."
Dukungan tanpa syarat pemerintahan Joe Biden membuat Israel dapat melangsungkan perang brutal di Palestina dan Lebanon sejak Oktober 2023 lalu. Militer Israel terus menggempur Jalur Gaza dan meningkatkan serangan ke Lebanon kendati dikecam komunitas internasional.
Di Gaza, perang Israel sejak Oktober 2023 telah membunuh lebih dari 43.374 jiwa dan 102.261 terluka. Korban jiwa diperkirakan jauh lebih banyak karena puluhan ribu korban diperkirakan tertimbun reruntuhan.
Pada periode yang sama, operasi militer Israel dan kekerasan pemukim Yahudi di Tepi Barat telah membunuh setidaknya 767 orang dan menimbulkan 6.250 korban luka.
Di Lebanon, korban jiwa pun terus berjatuhan sejak Israel meningkatkan intensitas serangan pada akhir September lalu. Dalam kurun 13 bulan terakhir, Kementerian Kesehatan Lebanon mencatat 3.002 jiwa terbunuh dan 13.492 terluka akibat serangan Israel.
Baca Juga: Kisah Tragis di Gaza, Petugas Penyelamat Tak Sadar Bawa Jasad Ibunya Sendiri Saat Serangan Israel
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV