> >

Banjir Bandang Spanyol Tewaskan 205 Korban Jiwa, Masyarakat Kritik Respons Pemerintah yang Lambat

Kompas dunia | 1 November 2024, 22:16 WIB
Seorang pria berjalan melewati tumpukan mobil setelah banjir di Massanassa, di luar Valencia, Spanyol, Jumat, 1 November 2024. (Sumber: AP Photo/Alberto Saiz)

VALENCIA, KOMPAS.TV – Banjir bandang yang menerjang Valencia, Spanyol, pada Selasa (29/10/2024) malam hingga Rabu (30/10/2024) telah menimbulkan bencana besar bagi masyarakat setempat. 

Hingga Jumat (1/11/2024), pemerintah masih mengerahkan ribuan petugas untuk mencari korban selamat di antara puing-puing bangunan, mobil-mobil yang terhanyut, dan lumpur tebal yang menutupi area terdampak. 

Banjir ini menjadi salah satu bencana alam paling mematikan yang pernah terjadi di Spanyol dalam ingatan hidup masyarakat setempat.

Dalam insiden yang terjadi selama satu malam itu, sedikitnya 205 orang tewas, sementara puluhan lainnya masih dinyatakan hilang. 

Banjir bandang tersebut merusak rumah, menghempaskan mobil-mobil hingga menumpuk di beberapa titik, mencabut pohon-pohon besar, dan memutus aliran listrik di beberapa wilayah di Valencia.

Upaya Pencarian dan Penyintas yang Terisolasi

Pemerintah Spanyol meningkatkan upaya pencarian korban dengan menambah 500 tentara yang bergabung dengan 1.200 petugas penyelamat. 

Para petugas yang dibantu oleh drone dan anjing pelacak terus menyisir area yang terendam, berusaha menemukan korban selamat atau jenazah yang mungkin masih terjebak di antara puing-puing. 

“Masih banyak mobil yang tertimbun di kawasan industri, bertumpuk seperti gunung. Mungkin banyak yang kosong, tapi kami yakin ada yang terisi,” kata Wali Kota Chiva, Amparo Fort, dalam wawancaranya dengan radio publik RNE, dikutip dari The National.

Banjir bandang juga memutus aliran listrik bagi sekitar 150.000 penduduk di Valencia. Hingga Kamis, pemerintah berhasil memulihkan aliran listrik bagi sebagian warga, tetapi sebagian lainnya masih bergantung pada air kemasan karena akses air bersih belum sepenuhnya pulih.

Baca Juga: Sejumlah Pertandingan LaLiga Ditunda akibat Banjir Bandang di Valencia

Kondisi di Lapangan dan Penjarahan

Beberapa penyintas terpaksa berjalan jauh menembus lumpur tebal untuk mencari makanan dan air bersih. 

Mobil-mobil yang terendam lumpur tak dapat digunakan, sehingga warga membawa troli atau menggendong anak-anak mereka di tengah jalanan yang rusak dan berantakan akibat badai. 

Di beberapa daerah, pasokan kebutuhan pokok seperti makanan mulai menipis, sehingga terjadi penjarahan di beberapa lokasi.

Menteri Kebijakan Teritorial dan Memori Demokrasi Spanyol, Angel Victor Torres, mengecam tindakan penjarahan tersebut, serta mengumumkan penangkapan terhadap 39 orang yang dituduh terlibat. 

Torres menegaskan akan memberikan respons tegas terhadap aksi penjarahan dan perusakan yang dilakukan di wilayah terdampak.

Kritik Terhadap Keterlambatan Pemerintah

Masyarakat menilai bahwa peringatan banjir dari pemerintah terlambat, sehingga banyak warga tak sempat bersiap menghadapi banjir yang datang tiba-tiba. 

Otoritas setempat juga dianggap gagal memberikan bantuan yang memadai untuk menangani krisis ini. 

Politisi lokal dan nasional saling menyalahkan terkait respons lambat pemerintah, menambah ketegangan di tengah situasi darurat ini.

Baca Juga: Korban Tewas akibat Banjir di Spanyol Capai 140 Orang, Pemerintah Umumkan Masa Berkabung Tiga Hari

Alberto Nunez Feijoo, pemimpin Partai Rakyat yang menguasai wilayah Valencia, menyatakan bahwa pemerintah daerah bertindak berdasarkan informasi dari badan cuaca nasional dan departemen yang bertanggung jawab atas sungai.

Kedua lembaga ini berada di bawah pemerintah pusat, sehingga Feijoo menganggap pemerintah pusat seharusnya berperan lebih aktif dalam memperingatkan masyarakat.

Banjir bandang di Spanyol kali ini disebabkan oleh fenomena “dana” atau depresi terisolasi pada tingkat atmosfer yang sering terjadi di wilayah Mediterania pada musim gugur. 

Fenomena ini muncul ketika udara dingin dari utara bertemu dengan udara lembab dan hangat dari Laut Tengah, membentuk awan badai besar.

Hujan lebat lebih dari 48 cm tercatat mengguyur wilayah pegunungan, menyebabkan air mengalir deras ke daerah perkotaan.

Para pakar juga menyebut bahwa perubahan iklim turut memperparah fenomena ini. Cuaca panas dan kering yang terjadi di wilayah Valencia sepanjang tahun membuat tanah menjadi keras, sehingga tidak mampu menyerap air hujan dalam jumlah besar. 

Para ahli menyatakan bahwa pemanasan global menyebabkan cuaca ekstrem seperti hujan lebat lebih sering terjadi, dengan kenaikan curah hujan sekitar 12 persen dibandingkan era pra-industri.

Melihat peningkatan intensitas badai dalam beberapa tahun terakhir, para pakar menilai bahwa kota-kota di Eropa perlu beradaptasi dengan memperkuat infrastruktur agar lebih tahan terhadap hujan lebat. 

Profesor Hayley Fowler dari Universitas Newcastle mengungkapkan bahwa peningkatan frekuensi badai ekstrem ini memerlukan respons adaptasi, seperti reboisasi daerah pegunungan, peningkatan kualitas tanah, serta pengembangan sistem drainase perkotaan yang lebih efektif.

Kevin Collins, dosen senior di Open University, menyarankan agar pemerintah memperkuat bendungan dan jembatan serta menambah kapasitas drainase kota untuk menghadapi curah hujan tinggi. 

Namun, pakar juga mengingatkan bahwa bencana seperti ini akan sulit dihindari jika curah hujan terus meningkat tanpa adanya upaya mitigasi perubahan iklim yang komprehensif. 

Baca Juga: Korban Tewas Banjir Dahsyat di Spanyol Jadi 158 Orang, Pencarian Korban Terus Berlanjut

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Iman-Firdaus

Sumber : The National


TERBARU