Banjir Bandang Spanyol Tewaskan 205 Korban Jiwa, Masyarakat Kritik Respons Pemerintah yang Lambat
Kompas dunia | 1 November 2024, 22:16 WIBMasyarakat menilai bahwa peringatan banjir dari pemerintah terlambat, sehingga banyak warga tak sempat bersiap menghadapi banjir yang datang tiba-tiba.
Otoritas setempat juga dianggap gagal memberikan bantuan yang memadai untuk menangani krisis ini.
Politisi lokal dan nasional saling menyalahkan terkait respons lambat pemerintah, menambah ketegangan di tengah situasi darurat ini.
Baca Juga: Korban Tewas akibat Banjir di Spanyol Capai 140 Orang, Pemerintah Umumkan Masa Berkabung Tiga Hari
Alberto Nunez Feijoo, pemimpin Partai Rakyat yang menguasai wilayah Valencia, menyatakan bahwa pemerintah daerah bertindak berdasarkan informasi dari badan cuaca nasional dan departemen yang bertanggung jawab atas sungai.
Kedua lembaga ini berada di bawah pemerintah pusat, sehingga Feijoo menganggap pemerintah pusat seharusnya berperan lebih aktif dalam memperingatkan masyarakat.
Banjir bandang di Spanyol kali ini disebabkan oleh fenomena “dana” atau depresi terisolasi pada tingkat atmosfer yang sering terjadi di wilayah Mediterania pada musim gugur.
Fenomena ini muncul ketika udara dingin dari utara bertemu dengan udara lembab dan hangat dari Laut Tengah, membentuk awan badai besar.
Hujan lebat lebih dari 48 cm tercatat mengguyur wilayah pegunungan, menyebabkan air mengalir deras ke daerah perkotaan.
Para pakar juga menyebut bahwa perubahan iklim turut memperparah fenomena ini. Cuaca panas dan kering yang terjadi di wilayah Valencia sepanjang tahun membuat tanah menjadi keras, sehingga tidak mampu menyerap air hujan dalam jumlah besar.
Para ahli menyatakan bahwa pemanasan global menyebabkan cuaca ekstrem seperti hujan lebat lebih sering terjadi, dengan kenaikan curah hujan sekitar 12 persen dibandingkan era pra-industri.
Melihat peningkatan intensitas badai dalam beberapa tahun terakhir, para pakar menilai bahwa kota-kota di Eropa perlu beradaptasi dengan memperkuat infrastruktur agar lebih tahan terhadap hujan lebat.
Profesor Hayley Fowler dari Universitas Newcastle mengungkapkan bahwa peningkatan frekuensi badai ekstrem ini memerlukan respons adaptasi, seperti reboisasi daerah pegunungan, peningkatan kualitas tanah, serta pengembangan sistem drainase perkotaan yang lebih efektif.
Kevin Collins, dosen senior di Open University, menyarankan agar pemerintah memperkuat bendungan dan jembatan serta menambah kapasitas drainase kota untuk menghadapi curah hujan tinggi.
Namun, pakar juga mengingatkan bahwa bencana seperti ini akan sulit dihindari jika curah hujan terus meningkat tanpa adanya upaya mitigasi perubahan iklim yang komprehensif.
Baca Juga: Korban Tewas Banjir Dahsyat di Spanyol Jadi 158 Orang, Pencarian Korban Terus Berlanjut
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Iman-Firdaus
Sumber : The National