> >

Antara Harris dan Trump di Pilpres AS, Mana yang Menguntungkan Rusia? Ini Respons Putin

Kompas dunia | 31 Oktober 2024, 06:05 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin bertepuk tangan selama Forum Ekonomi Timur di Vladivostok, Rusia, 5 September 2024. (Sumber: AP Photo)

Harris secara langsung mengecam Rusia dalam beberapa isu hak asasi manusia, terutama terkait kematian tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny, di penjara. 

Ia termasuk salah satu pemimpin asing pertama yang mengomentari peristiwa tersebut, menyebutnya sebagai "tanda lebih lanjut dari kekejaman Putin". 

Di sisi lain, Trump menunda berkomentar selama beberapa hari, kemudian menyamakan hukuman Navalny dengan kasus penipuan yang ia hadapi, menyebutnya sebagai "sebuah bentuk dari Navalny".

Trump telah bersikap keras dalam isu transgender dan LGBT, mencerminkan kebijakan "nilai-nilai tradisional" di bawah kepemimpinan Putin di Rusia. 

Ia bahkan mengkarakterisasi para rival politik dan lawan-lawan Demokratnya sebagai "musuh dari dalam", yang sejalan dengan tindakan Rusia dalam menekan oposisi domestik.

Baca Juga: Xi Jinping kepada Putin di KTT BRICS: Dunia Kacau, tapi Persahabatan China-Rusia Tetap Kokoh

Mantan Presiden Donald Trump bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Trump Tower, pada 27 September 2024, di New York, AS. (Sumber: AP Photo)

Dampak pada NATO: Dukungan yang Berbeda

Trump memiliki riwayat bertentangan dengan anggota-anggota NATO lainnya, menuntut anggota untuk memenuhi tingkat pengeluaran militer yang disepakati dalam anggaran nasional mereka. 

Ia bahkan mengancam bahwa AS tidak akan melindungi negara-negara yang gagal mencapai target tersebut, dan memperingatkan bahwa Rusia bisa "melakukan apa pun yang mereka inginkan" terhadap negara-negara tersebut. 

Sementara itu, Harris menegaskan komitmen AS terhadap NATO adalah "kuat dan tidak tergoyahkan".

Baca Juga: Trump Ngambek Putin Pilih Dukung Kamala Harris di Pilpres AS, Merasa Tersinggung

Perjanjian Senjata Nuklir: Masa Depan yang Suram

Putin beberapa kali menggunakan ancaman nuklir untuk mencegah Barat mendukung Ukraina. Perjanjian pengendalian senjata nuklir terakhir antara Moskow dan Washington, New START, akan berakhir pada 2026, setahun setelah pemerintahan baru AS menjabat.

Meski Biden memperpanjang perjanjian itu setelah menjabat, Putin menangguhkan partisipasi Rusia pada tahun 2023, meskipun tidak menarik diri sepenuhnya.

Trump, di masa jabatannya, mengambil langkah untuk membongkar rezim pengendalian senjata nuklir, termasuk keluar dari INF Treaty yang melarang rudal nuklir darat jarak menengah. Trump juga pernah menyerukan perjanjian nuklir baru yang akan melibatkan Rusia dan China, memperingatkan ancaman "pemanasan nuklir" yang dapat menjadi bumerang.

Meski pilihan antara Harris dan Trump tidak memberikan harapan besar bagi Rusia, sikap Kremlin tampak lebih nyaman dengan mantan presiden yang sudah dikenal, meskipun kebijakannya tidak selalu sejalan dengan kepentingan Moskow. 

Di sisi lain, jika Harris menang, Rusia tampaknya harus menghadapi kelanjutan dari tekanan-tekanan yang sudah diterapkan di era Biden. 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU