> >

WHO: Lebih dari 8 Juta Kasus Baru TB di 2023 Terbesar dalam Sejarah, Sebagian di Indonesia

Kompas dunia | 30 Oktober 2024, 14:26 WIB
Seorang kerabat sedang membetulkan masker oksigen seorang pasien tuberkulosis di sebuah rumah sakit tuberkulosis pada Hari Tuberkulosis Sedunia di Hyderabad, India, 24 Maret 2018. (Sumber: AP Photo)

JAKARTA, KOMPAS TV – Lebih dari 8 juta orang didiagnosis menderita tuberkulosis (TB atau TBC) pada tahun lalu, menurut laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis hari Selasa. Angka ini merupakan jumlah tertinggi yang pernah tercatat sejak badan kesehatan PBB itu mulai mendata kasus TB, seperti laporan Associated Press, Rabu 30 Oktober 2024. 

Laporan tersebut menunjukkan bahwa TB kembali menjadi penyakit menular paling mematikan di dunia setelah sempat digeser oleh Covid-19 selama pandemi. 

WHO memperkirakan sekitar 1,25 juta orang meninggal akibat TB pada tahun lalu, hampir dua kali lipat jumlah kematian akibat HIV di tahun 2023. 

WHO menegaskan bahwa meskipun angka kematian global akibat TB cenderung menurun dan kasus baru mulai stabil, TB masih menimbulkan ancaman besar.

WHO mencatat Tuberculosis TBC paling banyak menjangkiti penduduk Asia Tenggara, Afrika, dan Pasifik Barat, dengan lima Negara, India, Indonesia, China, Filipina, dan Pakistan, menyumbang lebih dari separuh kasus TB di dunia. 

Tuberkulosis sendiri disebabkan oleh bakteri yang menyebar melalui udara dan terutama menyerang paru-paru. 

Diperkirakan sekitar seperempat populasi dunia memiliki infeksi TB laten, namun hanya 5-10% dari mereka yang akan berkembang menjadi gejala aktif.

Baca Juga: Kemenkes RI Bakal Pakai Teknologi AI Portable X-ray untuk Basmi Tuberkulosis

Foto mikroskop tahun 1966 yang disediakan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS menunjukkan basil Mycobacterium tuberculosis, organisme yang menyebabkan penyakit tuberculosis. (Sumber: AP Photo)

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan keprihatinannya atas kondisi ini. “Kenyataan bahwa TB masih membunuh dan membuat sakit begitu banyak orang adalah hal yang tidak bisa diterima, terutama ketika kita sudah memiliki alat untuk mencegah, mendeteksi, dan mengobatinya.” 

Meski kemajuan dalam menurunkan angka kematian global akibat TB terlihat, ada tantangan besar dalam menangani kasus TB yang resistan terhadap obat. 

Dari sekitar 400.000 orang yang diperkirakan memiliki TB resistan obat pada 2023, kurang dari setengahnya berhasil terdiagnosis dan diobati. 

Kondisi ini menggarisbawahi pentingnya akses yang lebih luas terhadap pengobatan dan deteksi dini, khususnya di negara-negara berpenghasilan rendah.

Kelompok advokasi kesehatan, termasuk Doctors Without Borders (MSF), telah lama mendorong perusahaan asal AS, Cepheid, untuk menyediakan tes TB dengan harga lebih terjangkau, yakni Rp 77 ribu (USD 5) per tes, guna meningkatkan akses di negara-negara berpenghasilan rendah. 

Awal bulan ini, MSF bersama 150 mitra kesehatan global lainnya mengirimkan surat terbuka kepada Cepheid, mendesak agar mereka “memprioritaskan nyawa manusia” dan segera memperluas akses tes TB di seluruh dunia.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press


TERBARU