> >

Kim Jong-un Tak Ragu Gunakan Senjata Nuklir jika Musuh Menyerang

Kompas dunia | 8 Oktober 2024, 20:05 WIB
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, tengah mengunjungi unit pasukan operasi khusus di distrik barat Korea Utara pada hari Rabu, 2 Oktober 2024. (Sumber: AP Photo)

PYONGYANG, KOMPAS.TV Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, kembali melontarkan ancaman keras terhadap negara-negara yang dianggap sebagai musuh. Ia menegaskan bahwa Korea Utara tidak akan ragu menggunakan kekuatan militer, termasuk senjata nuklir, jika ada negara yang mencoba menyerang mereka.

Pernyataan tersebut disampaikan Kim Jong-un saat kunjungannya ke Universitas Pertahanan Nasional Kim Jong-un pada Senin (7/10/2024), seperti dilaporkan Kantor Berita Pusat Korea KCNA.

Ancaman tersebut dilontarkan di tengah pertemuan penting parlemen Korea Utara yang diperkirakan bertujuan merevisi konstitusi. 

Revisi ini diyakini akan memperkuat posisi Korea Utara dalam melihat Korea Selatan sebagai "musuh utama".

"Seluruh kekuatan militer akan digunakan tanpa ragu jika musuh mencoba menggunakan kekuatan terhadap negara kita, dan penggunaan senjata nuklir tidak dikecualikan," kata Kim dalam pidatonya dikutip dari Yonhap.

Kim juga menambahkan bahwa perubahan konstitusi ini akan memberikan perintah tegas kepada militer Korea Utara untuk merespons segala bentuk provokasi. Namun, ia tidak menjelaskan lebih rinci mengenai tindakan yang akan diambil.

Pernyataan Kim muncul tak lama setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol memperingatkan Korea Utara bahwa rezim mereka akan berakhir jika berani menggunakan senjata nuklir. 

Yoon menegaskan, aliansi Korea Selatan dengan Amerika Serikat akan memberikan respons "tegas dan luar biasa" terhadap ancaman dari Korea Utara.

Menanggapi pernyataan Yoon, Kim Jong-un mengecam pemimpin Korea Selatan itu sebagai "orang abnormal". 

Baca Juga: Kim Jong-Un Hina Presiden Korea Selatan Pria Abnormal karena Tantang Negara Nuklir Korea Utara

Ia mengkritik Yoon yang berbicara soal tindakan militer terhadap Korea Utara, sebuah negara yang sudah memiliki senjata nuklir.

Kim menegaskan, Korea Utara akan mempercepat upaya untuk menjadi kekuatan militer dan nuklir yang lebih kuat. 

Langkah ini dilakukan untuk memperkuat pencegahan nuklir Korea Utara di tengah meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea.

"Saat aliansi Korea Selatan dan Amerika Serikat telah berubah sepenuhnya menjadi aliansi nuklir, postur tanggapan nuklir negara kita harus disempurnakan hingga tidak memiliki batasan apa pun," ujar Kim.

Pada bulan lalu, Korea Utara secara terbuka mengungkapkan fasilitas pengayaan uranium rahasia. 

Langkah itu dianggap sebagai sinyal bahwa Pyongyang tidak memiliki niat untuk menyerahkan senjata nuklirnya.

Situasi di Semenanjung Korea terus memanas. Korea Utara dilaporkan telah meluncurkan balon berisi sampah ke wilayah Korea Selatan sebagai bentuk balasan atas penyebaran selebaran anti-Pyongyang yang dilakukan oleh pembelot Korea Utara dan aktivis di Selatan. 

Menanggapi tindakan tersebut, militer Korea Selatan mulai melakukan siaran propaganda anti-Pyongyang melalui pengeras suara di sepanjang perbatasan sejak 21 Juli lalu.

Dalam pidatonya, Kim kembali menegaskan sikap bahwa Korea Utara dan Korea Selatan adalah "dua negara yang bermusuhan". 

Baca Juga: Pembelot Korea Utara Curi Bus demi Kembali ke Negara Kim Jong-Un, Menderita di Korea Selatan

"Sebelumnya, kita berbicara tentang pembebasan Selatan atau penyatuan dengan kekuatan militer. Namun, kita tidak tertarik dengan itu lagi. Sejak kita menyatakan posisi dua negara terpisah, kita tidak pernah memikirkan negara itu," kata Kim.

"Kita tidak punya niat menyerang Republik Korea. Sangat aneh untuk sekadar memikirkan negara itu, dan kita tidak ingin bertemu dengan mereka," ujarnya.

Para ahli menyatakan bahwa pidato Kim ini menunjukkan bahwa Korea Utara dapat meresmikan kebijakan kekuatan nuklir mereka dan sikap "dua negara bermusuhan" dalam konstitusi yang baru.

"Kunjungan Kim ke universitas tersebut pada hari pembukaan sidang Majelis Tertinggi Rakyat sangat simbolis," ujar Hong Min, peneliti senior di Institut Unifikasi Nasional Korea. 

Menurutnya, Korea Utara kemungkinan akan memodifikasi klausul teritorial mereka secara lebih agresif, termasuk terkait batas maritim.

Pada akhir tahun lalu, Kim juga pernah menyatakan bahwa hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan adalah hubungan "dua negara yang bermusuhan". Ia menegaskan bahwa tidak ada gunanya mencari rekonsiliasi dengan Selatan.

Kim kemudian menyerukan revisi konstitusi yang akan menghapus klausul terkait penyatuan Korea dan menegaskan komitmen untuk menaklukkan wilayah Korea Selatan jika terjadi perang.

Kunjungan Kim ke Universitas Pertahanan Nasional yang bertujuan merayakan hari jadi ke-60 universitas tersebut juga dipandang memiliki makna strategis. 

Presiden universitas, Jon Il-ho, yang telah dikenakan sanksi oleh Amerika Serikat atas perannya dalam pengembangan senjata pemusnah massal dan rudal balistik, turut mendampingi dalam kunjungan ini.

Baca Juga: Kim Jong-Un Disebut Cari Perhatian AS dengan Unjuk Kekuatan Nuklir, Presiden Korea Selatan Khawatir

 

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Yonhap


TERBARU