> >

Adik Kim Jong-un Marah dan Membantah Korea Utara Memasok Senjata ke Rusia

Kompas dunia | 17 Mei 2024, 17:17 WIB
Kim Yo Jong, adik dari Kim Jong-un saat di Vietnam tahun 2019. Kim Yo Jong menyatakan spekulasi tentang kesepakatan senjata antara Korea Utara dan Rusia sebagai paradoks paling absurd. (Sumber: AP Photo)

SEOUL, KOMPAS TV - Adik perempuan berpengaruh dari pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Kim Yo Jong,  Jumat (17/5/24), kembali membantah negaranya mengekspor senjata ke Rusia. Dia menyebut spekulasi tentang kesepakatan senjata antara Korea Utara dan Rusia sebagai "paradoks paling absurd."

AS, Korea Selatan, dan pihak lainnya dengan tegas menuduh Korea Utara memasok artileri, rudal, dan senjata konvensional lainnya ke Rusia untuk perang di Ukraina sebagai imbalan atas teknologi militer canggih dan bantuan ekonomi. Baik Korea Utara maupun Rusia berulang kali membantah tuduhan ini.

Para ahli asing percaya serangkaian uji coba artileri dan rudal jarak pendek Korea Utara baru-baru ini bertujuan untuk menguji atau mempromosikan senjata yang mereka rencanakan untuk dijual ke Rusia.

Kim Yo Jong menyebut penilaian luar terhadap hubungan senjata Korea Utara-Rusia sebagai "paradoks paling absurd yang tidak layak untuk dievaluasi atau diinterpretasi."

“Kami tidak berniat mengekspor kemampuan teknis militer kami ke negara manapun atau membuka hal tersebut ke publik,” katanya dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh media pemerintah.

Dia mengatakan uji coba senjata baru-baru ini murni dilakukan sebagai bagian dari rencana pembangunan senjata lima tahun negara yang diluncurkan pada 2021. Dia menambahkan senjata yang baru saja diuji dirancang untuk menyerang Seoul, ibu kota Korea Selatan.

“Kami tidak menyembunyikan fakta senjata semacam itu akan digunakan untuk mencegah Seoul dari berpikir yang tidak-tidak,” kata Kim Yo Jong.

Baca Juga: Korea Utara Dukung Palestina, Sebut Pendudukan Israel Ilegal dan Kritik Kebijakan Luar Negeri AS

Peluncuran rudal Korea Utara dari Pyongyang pada 16 Maret 2023. Kim Yo Jong menyatakan spekulasi tentang kesepakatan senjata antara Korea Utara dan Rusia sebagai paradoks paling absurd. (Sumber: Korean Central News Agency/Korea News Service via AP, File)

Kementerian Unifikasi Korea Selatan menanggapi pada hari Jumat bahwa pihaknya sepenuhnya siap untuk menangkal ancaman militer dari Korea Utara sejalan dengan aliansi militernya dengan AS. Juru bicara deputi kementerian, Kim Inae, juga mengatakan bahwa kesepakatan senjata “ilegal” antara Korea Utara dan Rusia harus segera dihentikan.

Setiap perdagangan senjata dengan Korea Utara akan menjadi pelanggaran terhadap beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB yang sebelumnya didukung oleh Rusia, anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Pada bulan Maret, Menteri Pertahanan Korea Selatan Shin Wonsik mengatakan Korea Utara telah mengirim sekitar 7.000 kontainer berisi amunisi dan peralatan militer lainnya ke Rusia sejak tahun lalu. Sebagai gantinya, Shin mengatakan Korea Utara menerima lebih dari 9.000 kontainer Rusia yang kemungkinan berisi bantuan.

Pada bulan Januari, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby mengatakan rudal yang dipasok Korea Utara telah ditembakkan ke Ukraina. Pada saat itu, pejabat Ukraina juga mengatakan penyelidikan terhadap puing-puing rudal yang ditemukan di wilayah timur laut Kharkiv menunjukkan senjata tersebut kemungkinan berasal dari Korea Utara.

Pada bulan Mei, Gedung Putih juga mengatakan Rusia mengirim minyak olahan ke Korea Utara dalam jumlah yang melebihi batas Dewan Keamanan PBB.

Hubungan yang semakin mendalam antara Korea Utara dan Rusia terjadi karena kedua negara sedang terlibat dalam konfrontasi terpisah dengan Amerika Serikat, Korea Utara karena program nuklirnya yang semakin maju dan Rusia karena perang berkepanjangan di Ukraina.

Sejak tahun 2022, Korea Utara telah melakukan serangkaian uji coba rudal yang provokatif, mendorong AS untuk memperluas latihan militer dengan Korea Selatan dan Jepang. Para ahli asing mengatakan bahwa Korea Utara kemungkinan berpikir bahwa persenjataan yang lebih besar akan meningkatkan daya tawarnya dalam diplomasi masa depan dengan Amerika Serikat.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Associated Press


TERBARU