> >

Menlu AS: Israel Harus Punya Rencana Jelas dan Konkret atas Gaza Pasca-perang

Kompas dunia | 16 Mei 2024, 00:30 WIB
Amerika Serikat menegaskan perlunya rencana yang jelas dan konkret bagi masa depan Gaza, di mana Israel menghadapi potensi kekosongan kekuasaan yang bisa diisi oleh kekacauan, kata Menlu AS Antony Blinken hari Rabu, 15/5/2024, di Kiev. (Sumber: AP Photo)

KIEV, KOMPAS.TV - Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken meminta Tel Aviv memiliki rencana yang jelas dan konkret atas Gaza setelah serangan Israel ke wilayah Palestina yang diduduki Israel secara ilegal sejak 1967 itu, berakhir.

Washington dan Israel mengatakan Hamas tidak bisa terus mengelola Gaza, di mana ada 2,3 juta warga Palestina terkurung akibat blokade Israel sejak 2007.

Serangan Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 35.000 warga Palestina, sebagian besar anak-anak dan perempuan. Padahal, Israel selalu menyatakan serbuan membabi butanya ke Gaza adalah untuk menghancurkan Hamas.

Serangan yang tengah berlangsung saat ini merupakan serangan besar Israel kelima ke Gaza sejak 2008.

Israel menggunakan serangan Hamas ke wilayahnya pada 7 Oktober tahun lalu sebagai dalih untuk melancarkan serbuan besar-besaran ke Gaza. Israel mengeklaim serangan Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang.

Baca Juga: 76 Tahun Nakba: Amnesty Serukan Hak Kembali Pengungsi Palestina ke Daerah Pendudukan

"Kami tidak mendukung dan tidak akan mendukung pendudukan Israel. Kami juga tentu saja, tidak mendukung pemerintahan Hamas di Gaza," ujar Blinken dalam konferensi pers di Kiev, Ukraina, Rabu (15/5/2024).

"Kita sudah melihat itu membawa terlalu banyak masalah bagi rakyat Gaza dan Israel. Dan kita juga tidak bisa memiliki kekacauan dan kekosongan yang kemungkinan besar akan diisi oleh kekacauan."

Blinken melakukan berbagai pembicaraan dengan negara-negara Arab mengenai rencana pascaserangan Israel untuk Gaza.

Namun, Israel mengatakan mereka berniat untuk tetap mengendalikan keamanan secara keseluruhan atas Gaza dan menolak rencana pengambilalihan Gaza oleh Otoritas Palestina, yang memerintah dengan wewenang parsial di Tepi Barat yang diduduki Israel.

"Sangat penting bahwa Israel juga melakukan pekerjaan ini dan fokus pada apa yang bisa dan harus terjadi di masa depan," kata Blinken.

"Perlu ada rencana yang jelas dan konkret, dan kami berharap Israel akan maju dengan gagasannya."

Baca Juga: Erdogan Murka, Tegaskan Turki Mendukung Hamas yang Berjuang Mencapai Kemerdekaan Palestina

Uni Eropa mengingatkan Israel bahwa kelanjutan operasi militer di Rafah, kota di bagian selatan Gaza, akan menimbulkan "beban berat" pada hubungan Israel - Uni Eropa.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menegaskan, operasi yang sedang berlangsung itu "semakin menghambat distribusi bantuan kemanusiaan di Gaza dan menyebabkan lebih banyak pengungsi internal, terpapar kelaparan, dan penderitaan manusia."

Sejak Israel melancarkan serangan minggu lalu, dan merebut kendali atas perbatasan Gaza-Mesir, ratusan ribu warga Palestina telah meninggalkan Rafah.

Israel mengeklaim operasinya hanya bersifat terbatas setelah AS dan sekutu dekat lainnya mendesak mereka untuk menghindari invasi penuh.

Baca Juga: Palestina Peringati 76 Tahun Nakba di Tengah Pembantaian di Gaza

Sebelum dimulainya operasi ini, Rafah menjadi tempat perlindungan bagi sekitar 1,3 juta warga Palestina yang sebagian besar melarikan diri dari pertempuran di wilayah Gaza lainnya.

Mereka tinggal di tempat penampungan yang dijalankan oleh PBB dan perkemahan tenda sederhana.

PBB melaporkancsekitar 450.000 orang telah meninggalkan Rafah dalam seminggu terakhir.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Straits Times


TERBARU