AstraZeneca Tarik Vaksin Covid-19 dari Pasar Eropa usai Akui Adanya Efek Samping Langka
Kompas dunia | 9 Mei 2024, 13:31 WIBLONDON, KOMPAS.TV - Perusahaan farmasi multinasional, AstraZeneca, meminta produk vaksin Covid-19, Vaxzevria, ditarik dari pasaran Eropa.
Dinas Obat-Obatan Eropa (EMA) mengabulkan permintaan tersebut dan mengumumkan penarikan vaksin Covid-19 AstraZeneca dari pasaran per Rabu (9/5/2024).
Sebelumnya, diberitakan AstraZeneca mengakui vaksin Covid-19 buatannya dapat menimbulkan efek samping langka berupa pembekuan darah dan pendarahan di otak.
Pengakuan ini dimuat dalam dokumen pengadilan perkara gugatan perwakilan kelompok (class action) bahwa vaksin AstraZeneca menyebabkan cedera serius dan kematian di Inggris Raya.
Baca Juga: Kemenkes: Dampak Vaksin AstraZeneca Paling Lama 6 Bulan Setelah Suntik, Kalau Lebih Dipastikan Bukan
Dalam dokumen hukum yang diserahkan ke Pengadilan Tinggi di Inggris pada Februari lalu, perusahaan farmasi ini menyebut vaksinnya dapat menyebabkan Sindrom Trombosis dengan Trombositopenia (TTS).
"Diakui bahwa vaksin AZ, dalam kasus yang sangat jarang, dapat menyebabkan TTS. Mekanisme alasannya tidak diketahui," tulis AstraZeneca.
"Lebih jauh lagi, TTS juga bisa terjadi tanpa adanya vaksin AZ (atau vaksin apa pun). Penyebab dalam setiap kasus individu akan bergantung pada bukti ahli."
Saat pandemi melanda, EMA memberi izin peredaran vaksin Covid-19 AstraZeneca pada Januari 2021 silam.
Namun, selang beberapa pekan, vaksin AstraZeneca menimbulkan kekhawatiran mengenai efek samping.
Associated Press melaporkan, puluhan negara menangguhkan pemberian vaksin AstraZeneca usai sejumlah kecil penerima vaksin dideteksi mengalami pembekuan darah yang tidak biasa.
Waktu itu, regulator obat-obatan Uni Eropa menetapkan vaksin AstraZaneca tidak meningkatkan risiko pembekuan darah secara umum, kendati keputusan ini diragukan sejumlah pihak.
Hasil parsial dari percobaan besar pertama vaksin Covid-19 AstraZeneca sendiri dibayangi sebuah kesalahan proses manufaktur yang awalnya tidak diakui ilmuwan.
Tidak cukupnya data mengenai perlindungan vaksin tersebut terhadap populasi lansia pun membuat sejumlah negara sempat membatasi vaksin AstraZeneca kepada penduduk berusia muda.
Miliaran dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca diketahui didistribusikan ke negara-negara berkembang dan miskin saat pandemi oleh program yang dikoordinasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Alasannya, vaksin tersebut relatif lebih mudah diproduksi dan lebih murah.
Akan tetapi, berbagai studi kemudian mengungkapkan bahwa vaksin mRNA buatan Pfizer-BioNTech dan Moderna lebih efektif menghadapi Covid-19. Banyak negara kemudian beralih ke vaksin mRNA untuk menghadapi pandemi.
Baca Juga: BPOM: Vaksin Covid-19 AstraZeneca sudah Tak Beredar di Indonesia
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV, Associated Press