Bingung Barat Kini Tekan Ukraina Berunding dengan Rusia, Moskow: Kenyataannya Justru Sebaliknya
Kompas dunia | 7 Desember 2023, 07:16 WIBMOSKOW, KOMPAS.TV - Diplomat Inggris belakangan ini mencoba memposisikan diri mereka sebagai pencipta perdamaian dalam situasi Ukraina, meskipun diplomat negara itu disebut sebagai biang keladi yang menghancurkan pembicaraan perdamaian Moskow-Kiev pada tahun 2022.
Demikian diungkapkan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, dalam sebuah konferensi pers, Rabu (6/12/2023).
Dia memberikan tanggapannya terhadap laporan media yang menyebutkan bahwa diplomat Inggris diduga memberikan tekanan pada otoritas Ukraina untuk membujuk mereka datang ke meja perundingan dengan Rusia, seperti dilaporkan oleh TASS.
"Saya tidak tahu meja perundingan apa yang mereka bicarakan, mengingat bahwa diplomat Inggrislah yang menggagalkan negosiasi Kiev pada tahun 2022," kata Zakharova.
"Mungkin dengan cara bocoran seperti ini, pihak berwenang Inggris mencoba menciptakan kesan bahwa mereka adalah pencipta perdamaian."
Zakharova menekankan, laporan terkait hanya dapat dinilai dengan benar ketika nama-nama pejabat spesifik mulai disebutkan.
"Untuk retorika semacam ini punya kredibilitas untuk eksis, perlu berbicara terbuka dan mengonfirmasikannya dengan tindakan nyata," kata Zakharova.
"Sejauh ini, kenyataannya justru sebaliknya, yaitu larangan dan berbagai trik untuk menekan rezim Kiev agar tidak bernegosiasi dengan Rusia selama ini," ujarnya.
Pemerintah Rusia menyatakan Moskow bersedia untuk melakukan negosiasi dengan Ukraina, bahkan bila bertempat di negara barat, seperti yang dilaporkan oleh Izvestia, Selasa (5/12).
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Hongaria, Peter Szijjarto, mengatakan dalam wawancara dengan Inveztia Rusia bahwa Budapest masih bersedia menjadi mediator konflik Moskow-Kiev.
Baca Juga: Zelenskyy Kembali Minta Dana dan Senjata di Rapat Senat AS, Pemerintah Joe Biden Akui Uang Habis
Namun, Kementerian Luar Negeri Rusia menegaskan baik Ukraina maupun sekutu baratnya belum bersedia bernegosiasi dengan Rusia.
Rodion Miroshnik, utusan khusus Kementerian Luar Negeri Rusia untuk kejahatan rezim Kiev, mengatakan kepada Izvestia bahwa Kiev berusaha keras untuk patuh pada arahan Barat untuk berperang sampai warga Ukraina terakhir.
"Tentu, kami menghargai keinginan Hungaria untuk membantu menghentikan pertumpahan darah, tetapi mediasi hanyalah alat untuk mengorganisir negosiasi. Pertanyaan kunci tetap: Siapa di pihak sana yang siap melakukan pembicaraan?" kata diplomat itu.
Rusia masih bertekad mencapai tujuannya dalam operasi militer khusus melalui upaya politik dan diplomatis, kata Miroshnik.
Pemimpin Tertinggi Angkatan Bersenjata Ukraina, Valery Zaluzhny, dan Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia, Valery Gerasimov, dilaporkan sedang melakukan pembicaraan pribadi, demikian dilaporkan oleh jurnalis AS dan pemenang Pulitzer Prize, Seymour Hersh, yang mengutip sumber-sumber, seperti dilaporkan oleh TASS pada Sabtu, (2/12/2023).
"Kekuatan penggerak dari pembicaraan tersebut bukanlah Washington atau Moskow, atau [Presiden AS Joe] Biden atau [Presiden Rusia Vladimir] Putin, tetapi dua jenderal tinggi yang menjalankan perang, Valery Gerasimov dari Rusia dan Valery Zaluzhny dari Ukraina," katanya dalam sebuah artikel, mengutip pejabat AS dan warga Amerika yang akrab dengan situasi di pemerintahan Ukraina.
Hersh mengatakan, mengutip pejabat AS, bahwa Zaluzhny mendapat dukungan AS dalam melakukan perundingan. Kesepakatan potensial tersebut menetapkan bahwa Krimea akan tetap menjadi bagian Rusia dan akan ada pemilihan di wilayah-wilayah yang dibebaskan oleh Rusia dan kemudian bergabung dengan negara tersebut, demikian disampaikan oleh jurnalis tersebut.
Sebagai imbalannya, Rusia mungkin bersedia memperbolehkan Ukraina bergabung dengan NATO, dengan catatan NATO harus berkomitmen "tidak menempatkan pasukan NATO di tanah Ukraina." Kesepakatan ini juga tidak akan memperbolehkan NATO menempatkan senjata ofensif di Ukraina.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : TASS / Inveztia / RIA Novosti