> >

Afrika Selatan Tuduh Israel Lakukan Genosida, Tarik Dubes dan Semua Staf Diplomatiknya dari Tel Aviv

Kompas dunia | 6 November 2023, 22:37 WIB
Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Naledi Pandor. Pemerintah Afrika Selatan, Senin (6/11/2023), secara resmi menarik duta besar dan misi diplomatik dari Israel sebagai bentuk protes terhadap serangan ke Jalur Gaza, yang mereka sebut sebagai genosida. (Sumber: AP Photo)

JOHANNESBURG, KOMPAS.TV - Pemerintah Afrika Selatan, Senin (6/11/2023), secara resmi menarik duta besar dan misi diplomatik dari Israel sebagai bentuk protes terhadap serangan ke Jalur Gaza, yang mereka sebut sebagai genosida.

Afrika Selatan juga mengancam akan mengambil tindakan terhadap duta besar Israel di Afrika Selatan terkait pernyataannya baru-baru ini mengenai posisi negara Afrika itu dalam perang Israel-Hamas.

Tidak ada rincian lebih lanjut yang diberikan mengenai pernyataan tersebut.

"Menteri kabinet Afrika Selatan memutuskan menarik semua diplomatnya di Tel Aviv untuk berkonsultasi," kata juru bicara kepresidenan, Khumbudzo Ntshavheni, Senin.

Dia menambahkan, kabinet mencatat "pernyataan merendahkan dari duta besar Israel di Afrika Selatan terhadap mereka yang menentang kekejaman dan genosida pemerintah Israel."

Departemen Luar Negeri, kata Ntshavheni, telah diinstruksikan untuk "mengambil tindakan yang diperlukan dalam kanal dan protokol diplomatik untuk menanggapi perilakunya (Dubes Israel)."

Ntshavheni juga menyatakan posisi duta besar Israel di negara itu "tidak dapat dipertahankan."

Para demonstran pro-Palestina, yang melakukan demonstrasi di depan Konsulat Amerika Serikat (AS) di Johannesburg dan Kedutaan Besar Israel di Pretoria dan Cape Town, menuntut pemerintah Afrika Selatan mengusir duta besar Israel.

Menteri Luar Negeri Naledi Pandor, Senin, menerima rekan sejawatnya dari Ukraina, Dmytro Kuleba. Dia mengatakan pejabat Afrika Selatan akan ditarik dari Tel Aviv untuk memberikan laporan rinci tentang situasi di wilayah tersebut.

Baca Juga: Israel Ungkap Telah Membelah Dua Gaza, Tandai Gempuran yang akan Kian Parah untuk Hancurkan Hamas

Warga Palestina memeluk jenazah keluarga yang dibunuh Israel di Deir Al-Balah, Gaza, Rabu (1/11/2023).  (Sumber: Fatima Shbair/Associated Press)

"Kami perlu berkomunikasi dengan pejabat kami karena kami sangat prihatin dengan terus-menerusnya pembunuhan anak-anak dan warga sipil tak berdosa di wilayah Palestina, dan kami percaya respons Israel telah menjadi sebuah tindakan hukuman kolektif," kata Pandor.

Pemerintah Afrika Selatan, yang dipimpin oleh partai Kongres Nasional Afrika (African National Congress/ANC) yang punya hubungan erat dengan Palestina, menyerukan gencatan senjata segera di Gaza dan meminta bantuan disalurkan ke wilayah berdaulat yang terkepung itu.

Afrika Selatan bergabung dengan negara-negara lain yang menarik duta besar mereka dari Israel untuk memprotes operasi militer di Gaza.

Negara-negara tersebut termasuk Cile, Kolombia, dan Honduras. Sementara Bolivia memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel.

Pekan lalu, Israel mengkritik negara-negara Amerika Latin tersebut dan meminta Kolombia dan Cile untuk "secara tegas mengutuk Hamas."

Sementara Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, Senin, menyebut jumlah warga Palestina yang tewas akibat pembantaian Israel di Gaza dan Tepi Barat melampaui batas merah mengerikan.

Korban tewas mencapai 10.165 warga sipil, sementara sekitar 27.000 lainnya terluka.

Kementerian tersebut menyatakan dalam laporan hariannya, 10.010 warga Palestina tewas di Jalur Gaza, dan lebih dari 25.000 terluka.

Sementara di Tepi Barat, jumlah korban tewas meningkat menjadi 155 warga sipil, dan yang terluka sekitar 2.250 orang sejak 7 Oktober, seperti dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA.

Baca Juga: Ini Tuduhan Israel: Rumah Sakit Indonesia di Gaza Sengaja Dibangun di Atas Terowongan Hamas

Rakyat Afrika Selatan berunjuk rasa mengutuk tindakan Israel yang membantai rakyat Gaza. Pemerintah Afrika Selatan, Senin (6/11/2023), secara resmi menarik duta besar dan misi diplomatik dari Israel sebagai bentuk protes terhadap serangan ke Jalur Gaza, yang mereka sebut sebagai genosida. (Sumber: AP Photo)

Lebih dari 70 persen korban tewas adalah anak-anak, perempuan, dan orang tua.

Laporan tersebut menjelaskan situasi masih sangat mengerikan di Gaza. Dokter-dokter masih terpaksa melakukan operasi tanpa anestesi atau bius medis, termasuk operasi warga sipil yang terluka akibat bom, serta perempuan yang menjalani persalinan melalui operasi caesar.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza menambahkan, 117.000 warga sipil kini telantar.

Personel medis dan kesehatan serta ribuan pasien terpaksa tinggal di fasilitas-fasilitas kesehatan untuk menyelamatkan nyawa mereka.

Selain itu, ada 1,5 juta orang yang kehilangan tempat tinggal atau lebih dari 70 persen dari populasi Gaza, di mana sekitar 690.400 pengungsi tinggal di 149 tempat perlindungan darurat yang dikelola UNRWA, badan PBB yang khusus bertugas mengurus pengungsi Palestina.

Sebanyak 121.750 orang tinggal di rumah sakit, gereja, dan bangunan publik lainnya, dan sekitar 99.150 di 82 sekolah non-UNRWA.

Sebanyak 600.000 orang lainnya tinggal dengan keluarga angkat. Sementara 150.000 orang pindah ke pusat perlindungan dalam beberapa hari terakhir untuk mencari makanan dan mendapatkan layanan dasar.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Associated Press/WAFA


TERBARU