Perang Belum Usai, Diplomat di Washington, Timur Tengah, dan PBB Mulai Merancang Masa Depan Gaza
Kompas dunia | 3 November 2023, 23:05 WIBPejabat AS menyatakan secara pribadi, mereka bersama rekan-rekan Israel telah berbicara mengenai pelajaran yang dapat dipetik dari kegagalan Washington dalam invasi ke Irak dan Afghanistan serta ketidaksiapan dalam menghadapi dampak pasca-perang.
Salah satu pilihan yang dibahas pejabat AS adalah pembentukan pasukan multinasional untuk menjaga ketertiban. Komposisi pasukan ini bisa mencakup beberapa campuran negara-negara Eropa atau Arab, meskipun tidak ada negara yang secara terbuka menyatakan minat untuk bergabung dalam pasukan semacam itu.
Presiden AS Joe Biden yang mengakhiri kehadiran militer Washington selama dua dekade di Afghanistan pada tahun 2021, kemungkinan tidak ingin terlibat dalam tindakan militer langsung dalam konflik asing baru saat ia berusaha terpilih kembali pada pemilu presiden AS tahun 2024.
Beberapa analis kebijakan juga mengusulkan ide penempatan pasukan yang didukung oleh PBB di Gaza, baik sebagai pasukan pemeliharaan perdamaian formal PBB, seperti yang dilakukan di perbatasan Israel-Lebanon, atau sebagai pasukan multinasional dengan persetujuan PBB.
Namun para diplomat mengatakan belum ada pembicaraan di Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai langkah semacam ini, yang akan memerlukan kesepakatan di antara 15 anggota Dewan Keamanan PBB.
Misi semacam ini sering menghadapi rintangan besar. Pada Oktober 2022, Haiti meminta bantuan internasional untuk melawan geng-geng bersenjata. Setahun kemudian, Dewan Keamanan PBB mengizinkan misi keamanan asing, namun tertunda oleh kesulitan untuk menemukan negara yang bersedia memimpinnya. Kenya kemudian mengambil peran tersebut, tetapi Haiti masih menunggu misi Kenya untuk tiba dan bekerja di lapangan.
Israel kemungkinan akan menentang peran keamanan PBB, terutama setelah pejabat Israel mengritik Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang mengatakan bahwa serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober "tidak terjadi begitu saja".
Israel mengantisipasi perang yang akan berlangsung lama, tetapi mengatakan mereka tidak punya minat untuk kembali menguasai Gaza.
Baca Juga: Pasukan Paramiliter Iran Dilaporkan Tiba di Lebanon, Dikerahkan untuk Serang Israel
Payung Regional
Pakar-pakar di luar negeri, beberapa di antaranya dikenal punya akses kepada para pembuat kebijakan AS, memberikan pandangan mereka tentang bagaimana Gaza pasca-perang mungkin akan terlihat.
Jika Hamas dapat dicabut kekuasaannya dan Gaza dinyatakan sebagai wilayah yang tidak bersenjata, "Hal ini bisa membuka jalan bagi pendirian pemerintahan sementara dengan pemerintahan Palestina yang bersifat teknokratis di bawah naungan internasional dan/atau regional," kata Dennis Ross, mantan perunding Timur Tengah dan penasihat Gedung Putih.
Rincian lebih lanjut, katanya, akan memerlukan keterlibatan AS yang kompleks dengan Otoritas Palestina dan pemain-pemain utama lainnya yang memiliki kepentingan dalam menstabilkan Timur Tengah.
Namun, agar rencana ini berhasil, Israel harus membatasi waktu kehadiran militernya di Gaza atau entitas yang mengambil alih pemerintahan baru dapat kehilangan legitimasinya di mata penduduk setempat, kata Ross.
Sebuah artikel yang ditulis oleh Ross dan dua rekannya di Institut Washington untuk Kebijakan Timur Tengah, mengusulkan, setelah Israel menarik mundur pasukannya, keamanan di Gaza dapat diserahkan kepada "konsorsium lima negara Arab yang telah mencapai perjanjian perdamaian dengan Israel: Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko."
Tetapi ada keraguan mengenai apakah kesepakatan semacam itu dapat tercapai.
"Negara-negara Arab tidak akan mungkin mengirim pasukan untuk membunuh rakyat Palestina," kata Aaron David Miller, yang kini bekerja di Carnegie Endowment for International Peace di Washington.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Straits Times