Uni Afrika Ultimatum 15 Hari ke Junta Militer Niger Akhiri Kudeta, AS dan Uni Eropa Ancam Sanksi
Kompas dunia | 30 Juli 2023, 05:35 WIBNIAMEY, KOMPAS.TV - Uni Afrika mengeluarkan ultimatum 15 hari kepada junta militer di Niger untuk mengembalikan pemerintahan yang dipilih secara demokratis di negara itu, pada saat para pemimpin kudeta bertemu dengan pejabat sipil senior untuk membahas bagaimana mereka akan mengelola negara tersebut. Sementara Amerika Serikat dan Uni Eropa mengancam akan memberlakukan sanksi terhadap rezim tersebut.
Brigadir Jenderal Mohamed Toumba, salah satu tentara yang menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum pada hari Rabu, mengatakan kepada televisi negara bahwa junta bertemu dengan pejabat sipil pada hari Jumat (28/7/2023), meminta mereka melanjutkan pekerjaan seperti biasa setelah konstitusi ditangguhkan.
"Pesan yang diberikan adalah agar tidak menghentikan proses yang sedang berlangsung, agar tetap melanjutkan kegiatan," kata Brigadir Jenderal Toumba seperti yang dilaporkan oleh Associated Press, Sabtu (29/7/2023).
"Semua yang harus dilakukan akan dilakukan," ucapnya, menandakan niat rezim pimpinan Jenderal Abdourahmane Tchiani, yang juga dikenal sebagai Omar, untuk tetap berkuasa.
Setelah pertemuan hari Jumat, Dewan Keamanan dan Perdamaian Uni Afrika menyatakan keprihatinan atas "kebangkitan yang mengkhawatirkan" dari kudeta yang merusak demokrasi dan stabilitas di benua tersebut. Mereka meminta militer segera dan tanpa syarat kembali ke barak dan mengembalikan otoritas konstitusional, dalam waktu maksimal lima belas (15) hari.
Bazoum, yang kondisinya dan kondisi pejabat-pejabatnya masih belum diketahui sejak pemerintahannya digulingkan, juga harus segera dan tanpa syarat dibebaskan, kata Uni Afrika. Kegagalan untuk melakukannya akan mendorong blok tersebut mengambil "tindakan yang diperlukan, termasuk tindakan pembalasan terhadap para pelaku."
Di jalan-jalan ibu kota Niger, Niamey, hari Sabtu, situasinya tampak kembali normal, meskipun banyak dari komunitas internasional masih berada dalam keadaan penutupan dengan hotel-hotel yang penuh dengan orang asing, dan banyak dari mereka diberi instruksi untuk tidak meninggalkan tempatnya.
Masyarakat setempat mengatakan mereka sedang menunggu perkembangan situasi, dengan banyak dari mereka masih mendukung Bazoum yang belum mengundurkan diri.
"Saya mendukungnya, dia melakukan pekerjaan yang baik. (Tapi) apa yang bisa kita lakukan?" kata Mohamed Cisse, seorang penjual di jalanan. "Ini adalah waktunya (pemimpin baru), waktunya Bazoum sudah berakhir," ucapnya.
Baca Juga: Pemimpin Kudeta Militer Niger Klaim Jadi Kepala Negara, Bos Wagner Langsung Beri Dukungan
Tchiani, pemimpin junta dan komandan pengawal presiden Niger, punya hubungan dekat dengan mantan Presiden Niger, Mahamadou Issoufou, yang mengundurkan diri pada tahun 2021 setelah sepuluh tahun menjabat.
Pengambilalihan kekuasaan oleh Tchiani akan memperkuat spekulasi bahwa Issoufou ada di balik kudeta ini, kata Ulf Laessing, kepala program Sahel di Konrad Adenauer Foundation, sebuah lembaga pemikir dan konsultan Jerman.
Amerika Serikat mengancam akan menghentikan dukungan ekonominya kepada Niger, sementara Uni Eropa mengumumkan penghentian tidak terbatas bantuan anggaran dan bantuan keamanan.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Anthony Blinken, yang berada di Australia sebagai bagian dari tur ke Pasifik, memperkirakan dukungan ekonomi dan keamanan Amerika dengan Niger bernilai ratusan juta dolar, mengatakan kelangsungan dukungan tersebut tergantung pada "kelanjutan tata kelola demokratis dan ketertiban konstitusional."
"Jadi bantuan, dukungan tersebut, berada dalam bahaya nyata sebagai akibat dari tindakan-tindakan ini, yang menjadi alasan lain mengapa tindakan tersebut harus segera dibalik," ujar Blinken.
Meskipun tidak ada tanda-tanda junta akan mundur di tengah tekanan internasional yang meningkat, para analis menyerukan sinergi dalam intervensi komunitas internasional dan organisasi benua seperti Uni Afrika dan blok regional ECOWAS, yang dijadwalkan akan bertemu untuk membahas kudeta pada hari Minggu.
Kudeta yang berhasil di Niger dan sanksi-sanksi yang menyertainya bisa menyebabkan lebih banyak kesulitan bagi jutaan orang miskin dan kelaparan di Afrika Barat dan bisa lebih mengancam hubungan internasional dengan wilayah tersebut, yang tengah menghadapi kebangkitan kudeta dalam beberapa tahun terakhir, menurut Idayat Hassan, anggota senior program Afrika di Center for Strategic and International Studies.
"Di balik kudeta ini juga berarti bahwa kita sedang mendefinisikan tatanan dunia baru di Afrika Barat khususnya, karena akan menempatkan barat dan negara-negara lain melawan beberapa rezim militer yang mungkin didukung oleh Rusia," ujar Hassan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Associated Press