> >

Rusia Cabut dari Kesepakatan Ekspor Biji-bijian Ukraina, Ini Dampaknya bagi Indonesia dan Dunia

Kompas dunia | 18 Juli 2023, 07:00 WIB
Pasukan Rusia berjaga di ladang gandum di Oblast (daerah setingkat provinsi) Zaporizhzhia yang sebagian wilayahnya telah direbut dari Ukraina. Foto diambil pada 14 Juni 2022. Pemerintah Federasi Rusia menarik diri dari kesepakatan perlindungan ekspor biji-bijian Ukraina via Laut Hitam yang diblokade pasukan Moskow. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menyebut pihaknya keluar dari perjanjian Inisiatif Biji-Bijian Laut Hitam hingga tuntutannya terpenuhi. (Sumber: Associated Press)

MOSKOW, KOMPAS.TV - Pemerintah Federasi Rusia menarik diri dari kesepakatan perlindungan ekspor biji-bijian Ukraina via Laut Hitam yang diblokade pasukan Moskow. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menyebut pihaknya keluar dari perjanjian Inisiatif Biji-Bijian Laut Hitam hingga tuntutannya terpenuhi.

Rusia menuntut agar pembatasan pengapalan dan asuransi terkait sanksi perang dicabut untuk mengekspor bahan pangan dan pupuk. Kendati protes tersebut, selama masa perang, Rusia berhasil mencatatkan rekor ekspor gandum pada 2022 lalu.

"Ketika bagian dari perjanjian Laut Hitam terkait Rusia dilaksanakan, Rusia akan segera kembali menerapkan perjanjian tersebut," kata Peskov dikutip Associated Press, Senin (17/7/2023).

Tindakan Rusia itu membatalkan perjanjian yang dimediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Turki sejak 2022 lalu. Perjanjian tersebut dinilai membantu menurunkan harga-harga gandum, minyak nabati, dan komoditas pangan lain.

Baca Juga: Serangan ke Jembatan Krimea Tewaskan 2 Orang dan Lukai 1 Anak, Rusia Tuding Ukraina

Ukraina dan Rusia sendiri merupakan salah satu pemasok terbesar gandum, jelai, minyak bunga matahari, dan komoditas pangan lain ke pasar dunia. Pada Senin (17/7), ketika Moskow menarik diri dari perjanjian, harga gandum di bursa komoditas Chicago tercatat naik 3 persen.

Apa dampaknya ke Indonesia?

Blokade Rusia atas produk pangan Ukraina disebut memperparah kerentanan pangan di negara-negara berkembang, terutama di negara Afrika dan Asia yang mengalami dampak krisis iklim, konflik, dan krisis ekonomi. Mencari pemasok produk yang lebih jauh dari Ukraina dapat menaikkan ongkos impor.

Menurut PBB, berkat Inisiatif Biji-Bijian Laut Hitam, sebanyak 45 negara dari tiga benua menerima stok komoditas pangan yang diperlukan. Lebih dari 32,9 metrik ton biji-bijian diekspor lewat Laut Hitam sejak perjanjian itu ditandatangani Ukraina dan Rusia pada Juli 2022.

Negara importir terbesar dari inisiatif tersebut adalah China (7,96 juta metrik ton), Spanyol (5,98 juta metrik ton), Turki (3,24 juta metrik ton), Italia (2,1 juta metrik ton), Belanda (1,96 juta metrik ton), dan Mesir (1,55 juta metrik ton).

Sementara itu, antara Juli 2022 sampai Juli 2023, Indonesia tercatat mengimpor 391.357 metrik ton biji-bijian melalui Inisiatif Biji-Bijian Laut Hitam. Indonesia merupakan pengimpor terbesar biji-bijian dari jalur Laut Hitam di Asia Tenggara.

Di lain sisi, Rusia menyebut biji-bijian yang dikirim melalui Laut Hitam tidak mencapai negara-negara termiskin dunia. Hampir 44 persen ekspor tersalurkan ke negara-negara berpendapatan tinggi.

Meskipun demikian, Program Pangan Dunia (WFP) PBB melaporkan bahwa lebih dari 725.000 ton biji-bijian Laut Hitam dikirim ke negara-negara miskin yang terdampak perang dan cuaca ekstrem, di antaranya adalah Ethiopia, Yaman, dan Afghanistan.

Nana Ndeda, ketua advokasi dan kebijakan bantuan di organisasi Save the Children, menyebut mundurnya Rusia dari kesepakatan Laut Hitam dapat menaikkan harga pangan dunia lagi.

"Apa yang mungkin terjadi adalah harga-harga pangan akan naik lagi," kata Ndeda dikutip Al Jazeera.

"Dengan itu, banyak negara tidak akan bisa lagi memasok pangan ke anak-anak dan keluarga mereka tidak akan bisa mengakses makanan dan kita akan melihat peningkatan malnutrisi dan kerentanan pangan," imbuhnya.

Baca Juga: Pertempuran di Timur Ukraina Tetap Sengit Meski Wagner Dikirim ke Belarusia, Ternyata Ini Sebabnya

 

 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU