Ketegangan antara Kosovo dan Serbia Terus Berlanjut dan Makin Genting, Ini Sejarah dan Penjelasannya
Kompas dunia | 31 Mei 2023, 07:35 WIBBELGRADE, KOMPAS.TV - Ketegangan antara Serbia dan Kosovo kembali memanas akhir pekan ini setelah kepolisian Kosovo melakukan penggerebekan di daerah yang didominasi oleh warga Serbia di bagian utara wilayah tersebut dan menguasai bangunan pemerintah setempat.
Kosovo adalah bekas provinsi Serbia yang deklarasi kemerdekaannya tahun 2008 tidak diakui pemerintah Belgrade, ibu kota Serbia. Mayoritas penduduk Kosovo adalah etnis Albania, tetapi terdapat minoritas Serbia yang bergejolak di bagian utara negara tersebut yang berbatasan dengan Serbia.
Pasukan penjaga perdamaian yang dipimpin NATO di Kosovo hari Selasa (30/5/2023) memasang pagar besi dan barikade berduri untuk memperkuat posisi mereka di Kota Zvecan, Kosovo utara setelah terjadi bentrokan dengan warga Serbia di sana yang menyebabkan 30 tentara internasional terluka.
Pasukan penjaga perdamaian menutup gedung pemerintah di Zvecan di mana kerusuhan hari Senin meningkatkan ketegangan dan menimbulkan kekhawatiran akan ketidakstabilan dan eskalasi konflik di wilayah Balkan, di tengah upaya Barat untuk menyelesaikan perselisihan yang terus berkecamuk.
Ketegangan pertama kali meningkat akhir pekan sebelumnya, setelah pejabat etnis Albania terpilih dalam pemilihan walau ada boikot oleh Serbia yang selanjutnya mencegah pejabat terpilih memasuki gedung-gedung pemerintah setempat.
Ketika warga Serbia mencoba menghalangi mereka, polisi Kosovo menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.
Sebagai respons, Serbia menempatkan militer negara dalam keadaan siaga tertinggi dan mengirim lebih banyak pasukan ke perbatasan dengan Kosovo. Warga Serbia melakukan protes lagi pada hari Senin, dengan menuntut agar walikota etnis Albania dan polisi Kosovo meninggalkan Kosovo utara.
Situasi ini memicu kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya kembali konflik di Kosovo seperti tahun 1998-1999 yang menewaskan lebih dari 10.000 orang dan membuat lebih dari 1 juta orang mengungsi.
Baca Juga: Tersangka Genosida Etnis Albania di Kosovo Ditangkap, 23 Tahun Usai Kejadian
Alasan Serbia dan Kosovo Terus Saling Gebuk dan Saling Cakar
Kosovo adalah wilayah yang didominasi oleh etnis Albania dan dulunya merupakan provinsi Serbia. Kosovo menyatakan kemerdekaannya tahun 2008.
Serbia menolak mengakui status negara Kosovo dan masih menganggapnya sebagai bagian dari Serbia, meskipun Serbia tidak punya kendali resmi di sana.
Kemerdekaan Kosovo telah diakui oleh sekitar 100 negara, termasuk Amerika Serikat, namun Rusia dan China berpihak pada Serbia. Perselisihan ini terus memanas dan menghalangi stabilitas penuh di wilayah Balkan setelah perang berdarah pada tahun 1990-an.
Reaksi dari Serbia dan Sekutunya
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan situasi di Kosovo sangat mengkhawatirkan dan dapat memicu konflik baru di Eropa Tengah.
"Sebuah ledakan besar sedang disiapkan di pusat Eropa, di tempat di mana pada tahun 1999 NATO menyerang Yugoslavia dan melanggar setiap prinsip internasional yang dapat dibayangkan," katanya, seperti yang dilansir oleh agen berita negara Rusia, RIA Novosti.
China mengatakan mereka mengikuti perkembangan tersebut dengan cermat. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Nin, mendesak NATO untuk menghormati kedaulatan dan integritas wilayah "negara-negara terkait dan benar-benar melakukan apa yang bermanfaat bagi perdamaian regional".
Ada Konflik Terbaru, Ini Penyebabnya
Setelah warga Serbia memboikot pemilihan lokal bulan lalu di Kosovo utara, di mana warga Serbia merupakan mayoritas, walikota etnis Albania yang terpilih memasuki kantor mereka dengan bantuan polisi anti huru-hara Kosovo pada Jumat lalu.
Warga Serbia mencoba mencegah mereka menguasai gedung-gedung tersebut, tetapi polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan mereka.
Hari Senin, warga Serbia terlibat bentrokan sengit dengan pasukan penjaga perdamaian NATO, menyebabkan lebih dari 50 orang warga dan 30 tentara internasional terluka.
Boikot pemilihan tersebut terjadi setelah serentetan pengunduran diri kolektif oleh pejabat Serbia di wilayah tersebut, termasuk staf administrasi, hakim, dan petugas polisi, pada November 2022.
Baca Juga: Korban Luka Pasukan PBB di Kosovo Utara Jadi 30 Orang akibat Bentrokan Berdarah dengan Etnis Serbia
Jelas Ada Konflik Etnis di Kosovo, Namun Seberapa Dalam Konflik Etnis Tersebut?
Perselisihan mengenai Kosovo sudah berusia berabad-abad. Serbia menganggap wilayah tersebut sebagai pusat kedaulatan dan pusat agama.
Banyak biara Kristen Ortodoks Serbia yang bersejarah berada di Kosovo. Kaum nasionalis Serbia melihat pertempuran pada tahun 1389 melawan Kesultanan Utsmaniyah di sana sebagai simbol perjuangan nasional.
Mayoritas etnis Albania di Kosovo menganggap Kosovo sebagai negara mereka dan menuduh Serbia melakukan pendudukan dan penindasan. Pemberontak etnis Albania melancarkan pemberontakan tahun 1998 untuk mengusir pemerintahan Serbia.
Respons brutal Belgrade memicu intervensi NATO tahun 1999, yang memaksa Serbia mundur dan menyerahkan kendali kepada pasukan penjaga perdamaian internasional.
Upaya yang Dilakukan Untuk Menyelesaikan Konflik di Kosovo
Terdapat upaya internasional yang terus-menerus dilakukan untuk mencari titik temu antara kedua musuh masa perang ini, tetapi belum ada kesepakatan komprehensif yang final sampai saat ini.
Pejabat Uni Eropa memediasi negosiasi yang bertujuan memperbaiki hubungan antara Serbia dan Kosovo. Banyak kesepakatan dicapai selama negosiasi, tetapi jarang dilaksanakan di lapangan. Beberapa wilayah telah melihat hasilnya, seperti pengenalan kebebasan bergerak di dalam negeri.
Baca Juga: Balkan Memanas! Serbia Siagakan Militer dalam Kondisi Siap Tempur di Perbatasan Kosovo, Ada Apa?
Pemain Utama Konflik di Kosovo
Baik Kosovo maupun Serbia dipimpin oleh pemimpin nasionalis yang belum menunjukkan kesiapan untuk berkompromi.
Di Kosovo, Albin Kurti, seorang mantan pemimpin protes mahasiswa dan tahanan politik di Serbia, memimpin pemerintahan dan menjadi negosiator utama dalam perundingan yang dimediasi oleh Uni Eropa.
Ia juga dikenal sebagai pendukung keras penyatuan Kosovo dengan Albania dan menentang setiap kompromi dengan Serbia.
Serbia dipimpin oleh Presiden populis Aleksandar Vucic, yang pernah menjabat sebagai menteri informasi selama perang di Kosovo.
Mantan ultranasionalis ini bersikeras solusi apapun harus melalui kompromi agar solusi bisa bertahan dan mengatakan negaranya tidak akan berdamai kecuali mendapatkan sesuatu.
Ini yang akan Terjadi Selanjutnya
Pejabat internasional berharap dapat mempercepat negosiasi dan mencapai solusi dalam beberapa bulan mendatang.
Kedua negara harus memperbaiki hubungan mereka jika ingin maju menuju keanggotaan Uni Eropa. Jika tidak ada terobosan besar, maka ketidakstabilan yang berkepanjangan, penurunan ekonomi, dan potensi bentrokan terus-menerus akan terjadi.
Intervensi militer Serbia di Kosovo akan berarti bentrokan dengan pasukan penjaga perdamaian NATO yang berada di sana.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press