> >

Jerman Alami Resesi, Pemerintah Optimistis, tapi Warga Tak Belanja dan Pilih Menabung

Kompas dunia | 26 Mei 2023, 19:43 WIB
Orang-orang berjalan melewati sebuah toko di kawasan perbelanjaan Kurfuerstendamm atau Kudamm di Berlin, Jerman, pada 11 Oktober 2022. Data yang dirilis pada 25 Mei 2023 oleh Kantor Statistik Federal menunjukkan perekonomian Jerman melemah pada tiga bulan pertama tahun ini. (Sumber: AP Photo/Michael Sohn)

 

JAKARTA, KOMPAS.TV - Meski perekonomian Jerman masuk dalam resesi, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan prospek ekonomi negaranya masih sangat bagus. 

Ia menyatakan, pemerintah Jerman akan melakukan sejumlah upaya untuk menghadapi tantangan ekonomi seperti menarik pekerja asing, serta meningkatkan produksi energi terbarukan agar tak bergantung pada minyak dan batu bara. 

"Prospek ekonomi Jerman sangat baik. Kami akan menyelesaikan tantangan yang kami hadapi," kata Scholz kepada media, Kamis (25/5/2023), dikutip dari politico.eu.

Jerman mengalami resesi teknikal setelah pertumbuhan ekonominya minus selama dua kuartal berturut-turut. 

Baca Juga: Jerman Beri Bantuan Militer Besar-besaran ke Ukraina Senilai Rp44,5 Triliun

Kantor Statistik Federal Jerman merilis pertumbuhan ekonomi Jerman pada kuartal I 2023 (Januari-Maret) minus 0,3 persen.

Sebelumnya pada kuartal IV 2022 (Oktober-Desember) juga minus 0,5 persen. 

Penyebab utama dari rendahnya pertumbuhuna ekonomi di Jerman adalah konsumsi rumah tangga yang turun 1,2 persen. Kemudian belanja pemerintah juga turun 4,9 persen. 

Meski investasi naik 3 persen, jumlahnya tidak cukup untuk menggerakan ekonomi Jerman. 

Jika dihitung secara tahunan, ekonomi Jerman juga minus 0,5 persen pada kuartal I-2023 dibanding periode yang sama 2022. 

Resesi teknikal memang tidak membuat ekonomi Jerman ambruk. Namun, itu berarti mayoritas rakyat Jerman kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena kenaikan biaya hidup (harga energi, tagihan listrik, harga makanan).

Baca Juga: Gagal Bayar Utang AS Masih Mengancam, Jumlah Perusahaan yang Ajukan Pailit Tertinggi dalam 12 Tahun

Uang yang mereka miliki dari gaji atau hasil berbisnis, tidak cukup lagi karena inflasi yang tinggi. 

Sebagian rakyat Jerman lainnya menahan belanja kebutuhan sekunder dan tersier, seperti beli baju baru, liburan, beli mobil baru, dan memilih menabung uang mereka. 

Kalangan pengusaha Jerman juga pesimistis dengan ekonomi Jerman. Dilansir Antara, Kamar Dagang dan Industri Jerman (DIHK) merilis hasil surveinya terhadap sekitar 21.000 perusahaan dari semua jenis industri. Survei tersebut dirilis pada Senin (22/5) lalu.

"Prospek untuk 12 bulan ke depan secara keseluruhan masih suram, terutama karena pesanan yang masuk menurun secara signifikan di sisi permintaan. DIHK masih memperkirakan pertumbuhan nol untuk tahun ini," ujar Ilja Nothnagel, anggota Dewan Eksekutif DIHK yang bertanggung jawab atas analisis ekonomi.

"Masih belum ada tanda-tanda kenaikan secara umum," ujarnya. 

Baca Juga: Jokowi Buka Puasa Bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz, Santap Buah Kurma!

Hingga 65 persen responden survei itu menyebutkan biaya energi dan bahan baku sebagai risiko bisnis terbesar. Meskipun biaya energi sudah turun drastis jika dibandingkan dengan rekor tertingginya dalam beberapa bulan terakhir.  

Pada Desember, bank sentral Jerman, Bundesbank, melakukan revisi signifikan terhadap proyeksi pertumbuhan ekonominya untuk 2023. 

Menurut bank itu, ekonomi Jerman berhasil menghindari penurunan drastis dan diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 0,5 persen pada 2023. 

Kurangnya tenaga kerja terampil dan biaya tenaga kerja juga menjadi perhatian besar. Lebih dari 60 persen perusahaan yang terlibat dalam survei itu mengkhawatirkan krisis tersebut.

"Secara keseluruhan, kita harus menyimpulkan bahwa ekonomi Jerman kekurangan momentum," kata Nothnagel.  

Baca Juga: Jokowi Sebut Tak Ada Resesi Seks di Indonesia: Masih Tumbuh 2,1 Persen dan Ini Bagus

Jerman adalah perekonomian terbesar di Eropa. Saat Jerman masuk resesi, hanya Inggris negara di benua Eropa yang juga masuk resesi. 

Lesunya ekonomi Jerman tentu menjadi berita buruk bagi Eropa. Dilansir dw.com, dampak pertama adalah pertumbuhan zona euro yang direvisi turun dari 0,1 persen menjadi 0,0 persen. 

Uni Eropa juga menderita karena inflasi di wilayah itu masih tinggi. Ditambah kebijakan suku bunga tinggi yang menekan konsumsi rumah tangga dan investasi bisnis.

Dari sisi industri, sektor manufaktur sedang berjuang dengan penurunan tajam dalam pesanan baru. Namun, sektor jasa tetap menjadi titik terang karena keluarga yang terkena inflasi masih ada yang memilih pengeluaran untuk perjalanan dan liburan daripada membeli barang. 

Situasi ekonomi diperkirakan akan tetap suram karena Bank Sentral Eropa terus menaikkan suku bunga untuk meredam permintaan guna menurunkan harga. 

Inflasi di kawasan zona euro, yang mencapai 7 persen pada April 2023, tetap jauh di atas target 2 persen bank sentral.

 

Penulis : Dina Karina Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Politico.eu, Antara, dw.com


TERBARU