Singapura akan Melanjutkan Eksekusi Hukuman Mati Setelah Jeda 6 Bulan, Kini ke Penyelundup Ganja
Kompas dunia | 21 April 2023, 09:50 WIB
KUALA LUMPUR, KOMPAS.TV - Seorang pria Singapura dijadwalkan dihukum mati minggu depan karena terlibat dalam upaya penyelundupan ganja ke Singapura. Hal itu disampaikan seorang aktivis, dalam sebuah pernyataan pembaharuan eksekusi mati, setelah setengah tahun berhenti.
Keluarga Tangaraju Suppiah, 46 tahun, diberitahu melalui surat bahwa dia akan dihukum mati pada hari Rabu depan, kata aktivis anti-hukuman mati, Kokila Annamalai, seperti laporan Associated Press, Kamis, (20/4/2023).
Tangaraju ditahan pada tahun 2014 karena konsumsi narkoba dan tidak melaporkan tes narkoba, menurut aktivis lain, Kirsten Han.
Dia kemudian dikaitkan dengan dua pengedar narkoba melalui nomor telepon yang digunakan untuk mengkoordinasikan pengiriman ganja.
Pengadilan Tinggi memutuskan Tangaraju bersalah melakukan konspirasi untuk menyelundupkan 1 kilogram ganja dan dijatuhi hukuman mati wajib pada tahun 2018, kata Han.
“Eksekusi terakhir yang dilakukan di Singapura pada Oktober 2022. Narapidana yang menunggu hukuman mati, keluarga mereka, dan aktivis penghapusan hukuman mati telah menahan napas selama enam bulan terakhir, ketakutan kapan pembunuhan massal akan dimulai lagi. Kami akan berjuang untuk Tangaraju sampai akhir," kata Annamalai.
Singapura, yang memiliki hukum narkoba yang keras, mengeksekusi 11 orang tahun lalu karena kejahatan narkoba. Eksekusi seorang warga Malaysia tertentu memicu protes internasional karena diyakini menderita gangguan mental.
Hal ini membawa hukuman mati Singapura ke bawah pengawasan ketat, dengan kelompok hak asasi manusia mengecamnya sebagai pelanggaran norma hak asasi manusia internasional.
Baca Juga: Malaysia Selangkah Lagi Hapus Hukuman Mati untuk Berbagai Kejahatan
Kedua aktivis mengatakan akses keadilan bagi Tangaraju ditolak karena dia diperiksa tanpa pengacara.
Tangaraju juga tidak pernah menyentuh narkoba yang dituduhkan padanya, kata mereka. Dia harus mewakili dirinya sendiri dalam bandingnya, yang ditolak oleh pengadilan tertinggi pada 26 Februari dengan alasan bahwa Tangaraju gagal menunjukkan adanya kesalahan hukum.
Annamalai mengatakan keluarga Tangaraju sedang meminta kepada publik untuk memprotes eksekusi matinya.
"Konsep bahwa seseorang akan segera digantung karena terlibat dalam upaya penyelundupan 1 kilogram ganja, sebuah zat yang berasal dari tanaman dan saat ini semakin banyak didekriminalisasi atau dilegalkan di banyak yurisdiksi, itu sendiri sangat mengerikan," kata Han.
Para kritikus mengatakan bahwa hukuman mati di Singapura lebih banyak menjerat kurir rendahan dan sedikit memberikan dampak pada penghentian perdagangan narkoba dan sindikat yang terorganisir.
Namun, pemerintah Singapura membela bahwa hukuman mati diperlukan untuk melindungi warga negaranya dan mengatakan bahwa semua yang dieksekusi telah diberikan proses hukum yang adil.
Han mengatakan bahwa kriminalisasi yang keras di Singapura hanya akan mendorong perdagangan narkoba ke bawah tanah dan menghalangi orang dari mengakses layanan perawatan kesehatan atau pengurangan bahaya yang dapat membantu mengatasi akar penyebab penggunaan narkoba.
"Tindakan keras dan tanpa kompromi seperti hukuman mati tidak terbukti memiliki efek pencegahan. Tidak ada satu orang pun yang menggunakan narkoba yang dibantu atau didukung oleh penggantungan orang lain, kemungkinan dari komunitas minoritas atau terpinggirkan. Hal itu sangat tidak berguna, tidak bermanfaat, dan tidak memiliki belas kasihan terutama dalam kasus seproblematis Tangaraju," tambahnya.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Associated Press