Kisah Traumatis Anak Korban Gempa Turki dan Suriah, Banyak yang Alami Gangguan Mental
Kompas dunia | 25 Februari 2023, 13:35 WIBANTAKHYA, KOMPAS.TV - Gempa besar yang melanda Turki dan Suriah pada 6 Februari lalu memunculkan kisah-kisah traumatis yang dialami anak-anak.
Dilaporkan banyak anak yang mengalami gangguan mental setelah gempa dahsyat dengan magnitudo 7,8 dan 7.5 mengguncang awal bulan ini.
Salah satunya adalah Salma, 15 tahun, putri dari Samer Sharif, 51 tahun.
Salma yang menyaksikan kematian saudara dan ibunya saat gempa, meyakini dirinya sudah menjadi yatim piatu. Namun akhirnya ia bisa bertemu kembali dengan ayahnya.
Baca Juga: Korban Tewas Akibat Gempa Turkiye dan Suriah Capai 47.000 Orang Lebih
Sharif mengatakan setelah gempa terjadi, ia diberi tahu bahwa Salma, putranya yang berusia 10 tahun Mohammed dan mantan istrinya, yang tinggal di Antakhya, telah tewas.
Sharif mengatakan ia melakukan perjalanan selama dua hari, dan pergi ke Istanbul di mana ia tinggal dengan keluarga saudarinya.
Di sana, ia kemudian menerima berita bagus yang mengatakan putrinya masih hidup, dan mulai pulih di rumah sakit.
Mereka akhirnya kembali bertemu, namun keduanya tidak lagi sama, khususnya Salma.
“Ia biasa berlompatan seperti kupu-kupu. Kini, secara psikologi ia telah hancur,” kata Sharif, dilansir CNN, Jumat (24/2/2023).
Sharif mengatakan Salma terus merasa bingung, dan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan telepon, dan tidak makan dengan lahap.
“Ia ingin membeli mainan mobil hot wheels kecil yang Hammoudeh (panggilan saudara laki-lakinya Mohammed) letakkan di raknya agar dapat melihat dan mengingatnya,” ujar Sharif.
“Saya mencoba untuk membuatnya tertawa, tetapi tidak seperti sebelumnya,” tambahnya.
Menurut UNICEF, sekitar 4,6 juta anak tinggal di sepuluh provinsi Turki yang terdampak gempa bumi, dan sekitar 2,5 juta anak-anak terdampak di Suriah.
Juru bicara Save the Children di Turki, Oben Coban, mengatakan banyak korban gempa memperlihatkan tanda-tanda post-traumatic stress disorder (PTSD), khususnya anak-anak, dan banyak dari mereka yang kehilangan orang tuanya.
“Apa yang kami lihat adalah anak-anak yang kehilangan pendidikan, keluarga, dan harapan mereka, dan kini mereka harus berjuang untuk menemukan alasan bertahan di dunia,” ujarnya.
“Saat ini, yang terpenting adalah mempertahankan kehidupan mereka dan harapan untuk masa depan,” tambah Coban.
Sedangkan di Suriah, yang sebelum gempa sudah dilanda krisis akibat perang sipil selama 12 tahun, insiden ini membuat usaha memulihkan mereka dari PTSD menjadi terhambat.
Baca Juga: Pesawat Angkatan Laut AS Diadang Jet Tempur China, Laut China Selatan Semakin Panas?
Menurut psikolog trauma, Dr. Alexandra Chen yang merawat korban gempa, banyak anak dan keluarga yang berusaha pulih dari PTSD dan trauma akibat luka karena perang, harus kembali ke mode bertahan hidup.
“Bagi orang-orang yang perlahan mulai pulih dan mendapatkan kembali rasa normal dan membangun kembali kehidupan mereka selama dekade terakhir, (gempa) ini menakutkan dan membuat tak stabil bagi bagi anak-anak maupun orang dewasa,” ujar Chen.
“Beberapa masih dalam penyangkalan, sementara yang lain mengalami halusinasi,” tambahnya.
Dilaporkan jumlah korban jiwa karena gempa Turki dan Suriah saat ini telah melebihi 47.000 orang.
Penulis : Haryo Jati Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : CNN