> >

Waduh, Junta Militer Myanmar Berencana Izinkan Warga Sipil Bawa Senjata Api

Kompas dunia | 14 Februari 2023, 03:55 WIB
Jenazah pria yang tewas dalam protes anti-kudeta di Latha, Yangon, Myanmar, Sabtu, 27 Maret 2021. Junta militer Myanmar berencana mengizinkan warga sipil yang setia, termasuk pegawai pemerintah dan pensiunan militer, untuk membawa senjata api berlisensi. (Sumber: AP Photo)

BANGKOK, KOMPAS.TV - Junta militer Myanmar berencana mengizinkan warga sipil yang setia, termasuk pegawai pemerintah dan pensiunan militer, untuk membawa senjata api berlisensi.

Syaratnya, harus mematuhi perintah otoritas lokal untuk berpartisipasi dalam tindakan keamanan dan penegakan hukum, seperti dilaporkan militer Myanmar dan media setempat yang dikutip Associated Press, Senin (13/2/2023).

Pengumuman itu menyulut ketakutan akan terjadinya lebih banyak kekerasan di negara yang didera oleh apa yang oleh beberapa pakar PBB disebut sebagai perang saudara.

Dokumen setebal 15 halaman tentang kebijakan Kementerian Dalam Negeri itu awalnya diedarkan akun Facebook dan saluran Telegram pro-militer. 

Dokumen itu juga diterbitkan oleh outlet berita pro-militer dan independen, yang menyatakan kebijakan itu dikeluarkan pada 31 Januari 2023 setelah disetujui pada rapat Kabinet bulan Desember tahun lalu.

Dokumen itu mengatakan penerima izin senjata harus setia kepada negara, bermoral baik dan tidak terlibat dalam gangguan keamanan negara.

Juru bicara militer, Mayor Jenderal Zaw Min Tun, mengonfirmasi kebijakan tersebut kepada BBC berbahasa Burma pada Minggu (12/2/2023), dan mengatakan kebijakan itu perlu dikeluarkan karena beberapa orang meminta agar diizinkan membawa senjata untuk melindungi diri dari serangan kelompok anti-militer.

Dua media berita online pro-militer mengutip Brigjen Polisi Kyaw Lin, juru bicara Kementerian Dalam Negeri, yang mengatakan kebijakan tersebut menghidupkan kembali dan mengubah kebijakan yang diperkenalkan pada 1977 oleh pemerintah mendiang diktator Jenderal Ne Win. 

Setelah pemberontakan pro-demokrasi besar-besaran tetapi tidak berhasil pada tahun 1988, militer mencabut lisensi senjata untuk warga sipil dan memerintahkan orang untuk menyerahkan semua senjata api.

Baca Juga: Junta Militer Myanmar Kerja Sama dengan Rusia untuk Nuklir, Diyakini Bakal Dijadikan Senjata

Militer merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dua tahun lalu, memicu protes damai yang meluas yang berubah menjadi perlawanan bersenjata setelah pasukan keamanan menggunakan kekuatan mematikan untuk menekan semua oposisi.

Keputusan untuk melisensikan senjata secara luas dilihat sebagai cara pemerintah militer mempersenjatai pendukungnya untuk mendukung pasukan keamanan negara dalam memerangi gerakan pro-demokrasi.

Aksi kriminal dilaporkan meningkat karena kekacauan yang disebabkan oleh pertempuran dan fokus pemerintah untuk memerangi lawan politiknya. 

Namun, sebagian besar kekerasan melibatkan pertempuran antara tentara dan gerilyawan yang tergabung dalam Pasukan Pertahanan Rakyat pro-demokrasi, sayap bersenjata kelompok oposisi utama yang terorganisir secara longgar, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), dan sekutu mereka dalam milisi etnis minoritas.

NUG didirikan oleh anggota parlemen terpilih yang dicegah mengambil kursi mereka ketika tentara merebut kekuasaan dan berfungsi sebagai administrasi nasional paralel bawah tanah.

Nan Lin, salah satu pendiri Pasukan Alumni Persatuan Mahasiswa Universitas, sebuah kelompok aktivis pro-demokrasi tanpa kekerasan, mengatakan militer mengambil tindakan karena berada di bawah tekanan politik dan militer yang besar.

“Militer masih belum bisa melihat situasi dengan benar. Saya pikir mereka mencoba menciptakan lebih banyak konflik dan menghancurkan masyarakat,” kata Nan Lin, Senin.

Di bawah kebijakan baru, orang dapat mengajukan izin untuk lima jenis senjata api termasuk pistol kaliber .38 dan 9 mm, beberapa jenis senapan dan senapan angin. Izin khusus diperlukan untuk senjata yang lebih besar. Lisensi memiliki jangka waktu satu tahun.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU