Xi Jinping Tiba di Riyadh Disambut Tembakan Meriam dan Kawalan Jet, China dan Arab Saudi Makin Mesra
Kompas dunia | 7 Desember 2022, 22:53 WIBRIYADH, KOMPAS.TV – Presiden China Xi Jinping tiba di Arab Saudi, Rabu (7/12/2022), dalam kunjungan yang menurut Bejing merupakan inisiatif diplomatik terbesarnya di dunia Arab.
Melansir Straits Times, kunjungan itu terjadi saat Riyadh memperluas aliansi global di luar hubungan lama dengan Barat.
Xinhua melaporkan, Xi mendarat di Riyadh, Arab Saudi, Rabu (7/12). Menyambut kedatangan Xi Jinping di Arab Saudi, bendera Saudi dan China dikibarkan di ibu kota Riyadh.
Rekaman televisi Saudi memperlihatkan Xi tiba dengan pesawat kepresidenan Boeing 747 Air China, dikawal sejumlah jet yang menyemprotkan asap berwarna hijau dan putih di angkasa, sesuai warna bendera Arab Saudi. Sekelompok jet lainnya menyemprotkan asap merah dan kuning, sesuai warna bendera China.
Mengutip Associate Press, Xi menuruni tangga berhias karpet ungu dari pesawat kepresidenan China di Bandara Internasional King Khalid.
Diiringi tembakan meriam seperti dilaporkan CNN, Xi disambut oleh Gubernur Riyadh Pangeran Faisal bin Bandar bin Abdulaziz dan Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan bin Abdullah.
Pertemuan antara kekuatan ekonomi global China dan raksasa energi Teluk Arab Saudi terjadi ketika hubungan Saudi dengan Washington tegang oleh kritik Amerika Serikat (AS) terhadap catatan hak asasi manusia Riyadh dan dukungan Saudi untuk pembatasan produksi minyak sebelum pemilihan paruh waktu AS bulan November kemarin.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman diperkirakan akan memberikan sambutan yang mewah kepada Xi Jinping, berbeda dengan penerimaan sekedarnya untuk Presiden AS Joe Biden yang kecamannya terhadap penguasa de facto Arab Saudi menjadi latar belakang untuk pertemuan yang tegang pada bulan Juli.
Perjalanan Xi mencakup pembicaraan langsung dengan Arab Saudi, pertemuan yang lebih luas dengan aliansi enam negara Teluk Arab, dan pertemuan puncak dengan para pemimpin Arab yang akan menjadi "tonggak penting dalam sejarah perkembangan hubungan China-Arab", kata juru bicara kementerian luar negeri China Mao Ning.
Beijing berharap akan membuat pernyataan yang kuat tentang penguatan “persatuan dan kerja sama”, tambah Mao.
Bagi Arab Saudi, yang frustrasi dengan apa yang dilihatnya sebagai penarikan Washington secara bertahap dari Timur Tengah dan erosi sedikit demi sedikit dari jaminan keamanannya, China menawarkan peluang untuk keuntungan ekonomi tanpa ketegangan yang sejauh ini mengaburkan hubungan dengan AS.
“Beijing tidak membebani mitranya dengan tuntutan atau ekspektasi politik serta menahan diri untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri mereka,” tulis kolumnis Saudi Abdulrahman Al-Rashed di surat kabar Asharq Al-Awsat milik Saudi.
Baca Juga: Proyek Ambisius Arab Saudi, Bakal Bangun Bandara Terbesar di Dunia
Tidak seperti Washington, Beijing mempertahankan hubungan baik dengan saingan regional Riyadh, Iran, pemasok minyak lain ke China, dan menunjukkan sedikit minat dalam menangani masalah politik atau keamanan Saudi di wilayah tersebut.
Tumbuhnya pengaruh China di Timur Tengah membuat bingung AS, di mana raksasa Asia itu adalah saingan ekonominya.
Delegasi China diperkirakan akan menandatangani kesepakatan minggu ini senilai US$30 miliar dengan Riyadh, kata kantor berita negara Saudi SPA, serta kesepakatan dengan negara-negara Arab lainnya.
China, konsumen energi terbesar dunia, adalah mitra dagang utama produsen minyak dan gas Teluk. Arab Saudi adalah pemasok minyak utamanya dan Saudi Aramco yang dikelola negara punya kesepakatan pasokan tahunan dengan setengah lusin penyuling bahan bakar China.
Sementara ikatan ekonomi tetap berlabuh pada kepentingan energi, hubungan bilateral berkembang di bawah dorongan infrastruktur dan teknologi Teluk, bagian dari rencana diversifikasi yang semakin penting karena dunia beralih dari bahan bakar fosil.
Arab Saudi dan sekutu Teluknya mengatakan mereka akan terus memperluas kemitraan untuk melayani kepentingan ekonomi dan keamanan, meskipun AS keberatan atas hubungan mereka dengan Rusia dan China.
AS yang selama beberapa dekade menjadi penjamin keamanan utama Arab Saudi dan tetap menjadi pemasok pertahanan utamanya, menyatakan kekhawatiran keamanan tentang meningkatnya keterlibatan China dalam proyek infrastruktur sensitif di Teluk.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press/Straits Times