Taliban Larang Kripto di Afghanistan, Penjualnya Ditangkapi
Kompas dunia | 27 Agustus 2022, 20:49 WIBKABUL, KOMPAS.TV - Bank sentral Afghanistan bulan ini memberlakukan larangan nasional terhadap cryptocurrency. Rezim Taliban menangkap beberapa dealer yang menentang perintah untuk menghentikan perdagangan token digital, menurut seorang pejabat senior polisi.
Straits Times melaporkan pada Sabtu (27/8/2022), tindakan keras itu terjadi setelah beberapa warga Afghanistan beralih ke cryptocurrency untuk menyimpan kekayaan mereka dan menjauhkannya dari jangkauan Taliban.
Crypto telah menjadi cara populer untuk memindahkan uang masuk dan keluar negara, yang ditutup dari sistem perbankan global karena sanksi yang ditujukan pada kelompok militan.
Sementara negara-negara dari Singapura hingga Amerika Serikat (AS) memperketat peraturan crypto setelah jatuhnya pasar yang menghapus aset dan kekayaan sekitar US$2 triliun serta mendorong beberapa perusahaan terkenal ke dalam kebangkrutan, larangan langsung jauh lebih jarang ditemui.
Afghanistan sekarang bergabung dengan China, yang menyatakan semua transaksi kripto ilegal pada September 2021.
“Bank sentral memberi kami perintah untuk menghentikan semua penukar uang, individu, dan pebisnis dari memperdagangkan mata uang digital palsu seperti yang biasa disebut sebagai Bitcoin,” kata Sayed Shah Saadaat, kepala investigasi kriminal di markas polisi di Herat melalui telepon.
Saadaat mengatakan 13 orang ditangkap, sebagian besar dibebaskan dengan jaminan, sementara lebih dari 20 bisnis terkait kripto telah ditutup di Herat, kota terbesar ketiga di Afghanistan dan pusat perdagangan token digital.
Baca Juga: Kemlu Tegaskan Indonesia Tetap Tidak Mengakui Pemerintahan Taliban di Afghanistan
Empat dari enam broker crypto di Afghanistan terletak di kota, sekitar 120 km dari perbatasan Iran.
Sebuah laporan tahun lalu oleh perusahaan riset blockchain Chainalysis menempatkan Afghanistan sebagai salah satu dari 20 negara teratas di dunia dalam hal adopsi penggunaan crypto.
Hasilnya ditimbang oleh paritas daya beli per kapita, yang menguntungkan negara-negara miskin.
Taliban pada bulan Februari mengatakan akan mempelajari apakah token digital dapat diizinkan di bawah praktik keuangan Islam, karena sedang mencari semua opsi untuk menghidupkan kembali ekonomi yang runtuh.
Beberapa ulama telah lama meramalkan bahwa Taliban pada akhirnya akan melarang kripto karena dianggap "haram", atau dilarang bagi umat Islam, karena memiliki unsur taruhan dan ketidakpastian.
Namun, negara-negara mayoritas Muslim lainnya mengambil pendekatan yang lebih lunak.
Uni Emirat Arab mengizinkan perdagangan crypto di zona bebas Dubai, sementara Bahrain telah mendukung aset digital sejak 2019.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/Straits Times