Brutalnya Hujan Artileri Rusia di Donbass: Kesaksian dari Penyintas Ukraina di Garis Depan
Krisis rusia ukraina | 20 Juni 2022, 16:24 WIBMeskipun demikian, Oleksandr dan serdadu-serdadu lain di rumah sakit Dnipro mengaku masih punya semangat tempur. Namun, cerita-cerita mereka di medan perang juga mencerminkan kondisi menyedihkan pasukan pertahanan.
Isu senjata berat pun semakin genting dibicarakan Kiev. Presiden Volodymyr Zelenskyy dan jajarannya berulang kali meminta Barat menggenjot pasokan senjata berat dan tank.
Amerika Serikat (AS) telah merespons dengan berjanji mengirimkan lebih banyak artileri howitzer M777. Artileri kaliber NATO ini cukup canggih untuk menyaingi kekuatan baterai artileri Rusia dan menambah semangat tempur pasukan Ukraina.
Akan tetapi, secara kuantitas, 108 M777 howitzer kiriman Washington jauh dari cukup. Sejumlah petinggi Kiev memperkirakan Ukraina butuh 1.000 unit artileri semacam untuk mendepak Rusia dari Donbass.
Gap yang terlalu jauh tersebut mencerminkan keterburuan dan kegentingan yang dihadapi Ukraina, memunculkan pertanyaan apakah Kiev masih bisa menanggung 20.000 korban per bulan untuk mempertahankan diri.
Tak hanya dari segi perlengkapan, perekrutan terburu-buru personel militer Ukraina juga menunjukkan situasi genting yang membayangi Kiev. Banyak relawan tempur sekadar mendapat latihan dasar seadanya, kemudian ditempa lebih jauh di medan perang sesungguhnya.
Nikolai, mantan pegawai rumah sakit berusia 60 tahun, mengaku “dilatih” di medan tempur usai mendaftarkan diri ke pasukan pertahanan Ukraina di Kiev pada Februari lalu.
“Kami tidak punya waktu untuk menjadi tentara sesungguhnya. Benar-benar tidak ada waktu karena mereka (Rusia) bergerak langsung dari Belarusia ke Kiev. Kami dilatih dalam perjalanan, dan pada dasarnya mendapat pengalaman dalam pertempuran betulan,” kata Nikolai.
Setelah melalui pertempuran Kiev, Nikolai dipindahtugaskan ke front selatan di sekitar Huliaipole, 50 kilometer dari ibu kota Oblast Zaporizhzia.
Garnisun Huliaipole terhitung menghadapi pertempuran berskala kecil. Namun, jumlah korban jiwa tetaplah besar.
“Dari satu unit berjumlah 20 (serdadu), 15 orang terluka karena serangan artileri, satu ditangkap, dan satu terbunuh,” kata Nikolai mengisahkan unit tempurnya.
Salah satu yang terluka akibat serangan artileri adalah Nikolai sendiri. Serpihan peluru artileri menimbulkan luka serius di lengan kanan bawahnya.
Baca Juga: Kisah Remaja yang Bantu Ukraina Mengintai Tentara Rusia
“Kami sedang menggali parit selama kurang-lebih 40 menit, lalu ada desing tembakan yang diikuti ledakan. Saya mencoba melindungi diri dengan kedua lengan, tetapi lengan kanan saya terkena."
"Saya sadar menderita luka serius karena saya tidak bisa memotong lengan baju saya untuk menerapkan pertolongan pertama,” kata Nikolai.
“Lalu, saya menunggu evakuasi, satu tembakan menembus pipi saya. Itu tembus, menyerempet sebatang arteri,” sambungnya.
Awalnya, Nikolai yakin dia akan selamat. Namun, butuh evakuasi tiga jam hingga dia benar-benar aman untuk menemui paramamedis. Kehilangan darah membuatnya pelan-pelan kehilangan kesadaran.
“Saya mulai berpikir bahwa saya mungkin akan mati,” kata Nikolai.
Walaupun pengalaman hampir mati masih membekas di benak Nikolai dan Oleksandr, keduanya sepaham bahwa mereka telah melakukan “hal yang benar.”
Nikolai menegaskan perjuangan Ukraina melawan invasi Rusia itu penting. Ia mengaku bergabung ke relawan pertahanan agar anaknya yang sudah dewasa, Dima, kini tinggal di Southampton, Inggris Raya, tidak perlu pulang untuk bertempur.
“Saya ingin generasi saya bertempur jadi anak-anak saya bisa merawat cucu-cucu saya dan hidup dalam damai,” kata Nikolai.
Sementara bagi Oleksandr, ia tak mau menjawab apakah mau mengulangi situasi terjebak di tengah parit menghadapi hujan artileri Rusia.
Akan tetapi, ketika ditanya apakah bersedia terjun ke medan perang lagi, Oleksandr dengan tegas menjawab: “Ya. Tak ada keraguan. Siapa lagi yang akan melakukannya?”
Baca Juga: Keluhan Tentara Ukraina di Garis Depan: Kami Butuh Senjata ‘Serius’ dan Tank!
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/The Guardian